REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang akhir tahun, pergerakan sejumlah harga saham sektoral diperkirakan akan diwarnai aksi window dressing. Sektor semen dinilai merupakan salah satu sektor yang diperkirakan akan tumbuh positif setelah tahun ini mengalami stagnasi.
Dalam hal ini, aksi window dressing dijelaskan sebagai cara untuk memperbaiki kinerja akhir tahun sejumlah pengelola dana. Ini mengingat sepanjang tahun ini sejumlah harga saham sektoral itu mengalami koreksi cukup dalam seiring tren bearish pasar. Kini pelaku pasar pun mulai fokus pada pencapaian kinerja tahun depan.
Seperti yang terjadi pada saham emiten semen Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP). Setelah dilada aksi ambil untung dalam beberapa sesi perdagangan pekan ini, harga saham INTP berhasil ditutup rebound di Rp 21.000.
"Ini merupakan posisi penutupan tertinggi dalam dua sesi perdagangan sebelumnya mengindikasikan sinyal bullish reversal. Secara technical peluang penguatan lanjutan akan menguji resisten di Rp 21.700, yang belum pernah tertembus sejak perdagangan 27 Juli 2015 lalu. Akhir tahun 2014 lalu harga sahamnya tutup di Rp 25.000," jelas Analis Saham dari First Asia Capital (FAC), David Sutyanto, Ahad (29/11).
Dari sis kinerja, kata dia, hingga Oktober lalu volume penjualan INTP diperkirakan mencapai 14,85juta ton. Jumlah ini kira-kira menguasai pasar sekitar 30 persen pangsa pasar penjualan domestik.
Tahun ini, David mengatakan, perkiraan penjualan semen INTP akan stagnan di angka 18,65juta ton. Pasalnya, sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini pendapatan neto perseroan turun 9 persen mencapai Rp 12,88 triliun. Adapun laba bersih turun 13,7 persen (yoy) mencapai Rp 3,22 triliun.
"Pendapatan neto tahun ini diperkirakan hanya mencapai Rp 17,7 triliun atau turun 11,5 persen dibandingkan 2014 sebesar Rp 19,99 triliun, sedangkan laba bersih tahun ini diperkirakan akan turun 16,9 persen mencapai Rp 4,38 triliun dibandingkan periode sebelumnya Rp 5,27 triliun," paparnya.
Karenanya, lanjut David, Pendapatan per Lembar Saham (EPS) tahun ini diperkirakan hanya akan menyentuh angkah Rp 1.189,54. Dibandingkan proyeksi tahun depan, angkanya menurut David, lebih optimistis.
Untuk tahun depan diperkirakan pendapatan neto emiten akan tumbuh 13,29 persen mencapai Rp 20,95 triliun. Adapun laba bersih diperkirakan tumbuh 17,13 persen mencapai Rp 5,13 triliun.
"EPS proyeksi tahun depan diperkirakan sebesar Rp 1.393,37" ungkapnya.