Rabu 25 Nov 2015 15:46 WIB

Empat Faktor Penyebab Penerimaan Pajak Bocor

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Nur Aini
Penerimaan Pajak: Aktivitas pelayanan adminstrasi pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Grogol Petamburan, Rabu (8/4).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Penerimaan Pajak: Aktivitas pelayanan adminstrasi pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Grogol Petamburan, Rabu (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebocoran pajak dituding menjadi penyebab sering tidak tercapainya penerimaan pajak di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah diminta mewaspadai dan menelusuri potensi kebocoran pajak yang selama ini menggerus penerimaan.

Pengamat perpajakan Darussalam mengatakan setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan kebocoran penerimaan pajak. Pertama adalah masih tingginya underground economy atau ekonomi informal di Indonesia. Menurut dia, dari 1999-2007, pergerakan ekonomi informal di Indonesia mencapai  17-19 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Dengan nilai PDB Indonesia yang hampir mencapai 11 ribu, maka ada pergerakan ekonomi yang belum tersentuh pajak sekitar Rp 1.700-Rp 1.900 triliun. "Ini seharusnya jadi potensi penerimaan pajak," kata Darussalam dalam acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (25/11).

Selain itu, faktor lain yang juga menyebabkan kebocoran pajak adalah adanya kompetisi pajak antarnegara dalam mendatangkan investasi. Menurutnya, Indonesia tidak perlu terlilbat langsung dalam kompetisi pajak di kawasan regional.

Pemerintah pun diminta untuk tidak mewujudkan rencana pengurangan tarif pajak penghasilan badan (PPh). Karena, belum tentu penurunan tarif tersebut dapat menimbulkan minat investasi. "Jangan terburu-buru ikut-ikutan perang tarif," ujarnya.

Potensi kebocoran pajak lainnya juga berasal dari banyaknya warga negara Indonesia yang menyembunyikan harta dan penghasilan di luar negeri. Hal ini menyebabkan, harta-harta tersebut tidak dapat dikenakan pajak.

Faktor yang terakhir, kebocoran pajak berasal dari adanya praktik pengalihan laba yang menggerus penerimaan pajak.

Menurut Darussalam, praktik pengalihan laba atau (base erosion and profit shifting) di Indonesia juga menjadi salah satu penyebab adanya kebocoran pajak. Ini lantaran Indonesia merupakan lokasi favorit operasional anak perusahaan dari grup perusahaan multinasional.

Secara global saja, kata dia, kerguian dari praktik pengalihan laba ini berkisar antara 4-10 persen dari penerimaan PPh badan global.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sebelumnya mengatakan bahwa praktik pengalihan laba atau penyembunyian harta di luar negeri tidak akan terjadi lagi pada 2017. Ini karena akan diberlakukannya pertukaran data otomatis secara internasional.

Indonesia pun sudah sepakat untuk mendukung diterapkannya kebijakan pertukaran data otomatis tersebut dalam konferensi tingkat tinggi G-20 di Turki, belum lama ini. G-20 juga sepakat memberantas praktik pengalihan laba.

"Tahun 2017 tidak ada lagi tempat bersembunyi bagi para penghindar pajak," kata Menkeu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement