Rabu 25 Nov 2015 11:04 WIB

Green Sukuk, Alternatif Pembiayaan Pembangunan Berkelanjutan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Pialang mengamati pergerakan harga Sukuk di Delaing Room Treasury OCBC NISP, Jakarta, Selasa (18/2).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pialang mengamati pergerakan harga Sukuk di Delaing Room Treasury OCBC NISP, Jakarta, Selasa (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Bank Pembangunan Islam (IDB) memberi sinyal akan menerbitkan sukuk untuk membiayai proyek-proyek terkait isu lingkungan (green sukuk). Pengumuman resmi kabarnya akan disampaikan dalam konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Paris akhir tahun ini.

''Di 2030, kami melihat akan butuh triliunan dolar AS tiap tahun untuk mendukung pembangunan berkelanjutan,'' kata Kepala Ekonom IDB Savas Alpay seperti dikutip Bloomberg beberapa waktu lalu.

Karena itu, sumber pendanaan tradisional selama ini dinilai tidak cukup. Ia menilai harus ada cara lain untuk membiayai pembangunan berkelanjutan. Pembiayaan syariah dinilai perlu didorong untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Pasar obligasi ramah lingkungan (green bonds) yang saat ini mencapai 80 miliar dolar AS akan terus membesar. BUMN Pengelola Kekayaan Negara Malaysia, Khazanah Nasional Bhd, sudah menerbitkan green sukuk pada November lalu setelah memperkenalkan panduan pendanaan yang bertanggungjawab secara sosial pada 2014 lalu.

Khazanah Nasional Bhd jadi entitas kedua setelah International Financial Facility yang berbasis di London juga mengumumkan rencana penerbitan sukuk untuk program imunisasi.

IDB memiliki proyek percontohan energi bersih senilai 180 juta dolar AS di 56 negara anggota mereka untuk periode dua tahun dan 25 persennya bersifat terbarukan. Hingga saat ini, investasi IDB di sektor ini sudah mencapai dua miliar dolar AS.

Dari sukuk, IDB membiayai sejumlah proyek terkait perubahan iklim. ''Kami berharap bisa mempertegas posisi IDB dalam pertemuan di Paris mendatang,'' kata Alpay.

''Green sukuk bisa mendorong lebih banyak proyek dan produk di bidang-bidang yang dikuasai keuangan syariah. Dua pertiga instalasinya akan ada di negara-negara berkembang,'' kata CEO perusahaan energi terbarukan asal Arab Saudi, Desert Technologies, Nour Mousa.

Desert Technologies sudah menggarap aneka proyek energi di Mesir, Yordania, dan Saudi Arabia dengan total kapasitas 275 megawatt. Mereka berencana memperluas bisnis ke Pakistan, India, Indonesia dan Bangladesh.

Sebelumnya, Direktur Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, Indonesia belum punya green sukuk meski sudah ada kajian di Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

''Kami kadang diundang untuk membahas itu. Di sana ada pembiayaan multilateral dan perubahan iklim. SBSN didorong juga ke arah itu,'' ungkap Suminto.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement