Selasa 24 Nov 2015 22:02 WIB

BI: Tantangan Indonesia Tahun 2016 Semakin Kompleks

Rep: Binti Solikhah/ Red: Maman Sudiaman
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo
Foto: Yudhi Mahatma/Antara
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bank Indonesia menyatakan Indonesia masih menghadapi ketidakpastian perekonomian global yang tinggi pada tahun 2016. Ketidakpastian tersebut dinilai cenderung akan semakin kompleks.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, ketidakpastian itu tidak hanya bersumber dari risiko yang telah terindentifikasi sebelumnya, namun justru berasal dari sesuatu yang belum pernah terpikirkan sebelumnya.

“Kami cermati setidaknya terdapat tiga risiko utama yang perlu kita antisipasi dan sikapi,” katanya dalam pidato di acara Pertemuan Tahunan BI 2015 di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (24/11).

Agus menyebutkan, risiko pertama terkait prospek pertumbuhan ekonomi global. Meskipun prospek pertumbuhan ekonomi globel diperkirakan membaik menjadi 3,5 persen, ada risiko proyeksi tersebut menjadi lebih rendah.

Risiko koreksi terutama jika pemulihan ekonomi Cina dan negara berkembang lain tidak sesuai harapan. Kekhawatiran tersebut cukup beralasan karena hingga kini geliat ekonomi Cina dirasakan masih belum cukup kuat.

Agus menjelaskan, proses rebalancing ekonomi Cina dari perekonomian berbasis investasi ke konsumsi akan memakan waktu yang cukup lama. Kondisi tersebut berisiko membawa pertumbuhan ekonomi Cina memasuki era new normal, yakni era pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan satu dasawarsa terakhir.

Risiko kedua, terkait penurunan harga komoditas yang diperkirakan masih berlanjut pada 2016. Hal itu sejalan dengan berakhirnya super-cycle harga komoditas.

“Perkembangan ini perlu disikapi, karena dapat semakin menurunkan ekspor Indonesia dan menghambat pemulihan ekonomi apabila kita tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada ekspor berbasis sumber daya alam,” ucapnya.

Selanjutnya, risiko ketiga terkait dampak global yang ditimbulkan oleh proses normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS). Hal itu terkait dari sisi waktu maupun besaran perubahan tingkat suku bunga The Fed (Fed Funds Rate).

Pasar keuangan global juga akan memasuki episode likuiditas dolar AS yang cenderung lebih ketat sehingga menopang penguatan dolar. Oleh sebab itu, Indonesia perlu mewaspadai terjadinya proses rekomposisi modal portofolio oleh para pemodal global. Sebab, hal itu dapat membalikkan arah aliran modal keluar dari negara berkembang.

Selain ketiga risiko tersebut, dinamika global lain yang perlu dicermati antara lain, konstelasi kebijakan ekonomi global yang menjurus pada upaya meningkatkan daya saing melalui mata uang atau currency war.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement