REPUBLIKA.CO.ID,MANAMA -- Aset keuangan Islam diprediksi akan meningkat hampir dua kali lipat dari 1,8 triliun dolar AS pada 2014 menjadi 3,2 triliun dolar AS pada 2020. Ini tak lepas dari kontribusi pertumbuhan keuangan Islam di berbagai belahan bumi.
Dalam laporan ICD Thomson Reuters Islamic Finance Development Indicator yang akan diluncurkan dalam Konferensi Perbankan Islam Dunia 2015 (WIBC) awal Desember mendatang, peningkatan aset keuangan Islam disebut karena perkembangan keuangan Islam yang kian menarik. Negara-negara non Muslim bahkan tak ragu menggunakan instrumen keuangan Islam.
Trade Arabia, Senin (16/11) melansir, laporan yang dibuat Thomson Reuters bersama Institut Riset dan Pelatihan Islam (IRTI) milik Bank Pembangunan Islam (IDB) ini juga menyoroti perkembangan keuangan Islam di Kawasan Amerika Utara.
Kanada yang dikenal sebagai negara dengan sistem perbankan paling efisien dan aman bahkan tak malu-malu menunjukkan ambisi menjadi pusat keuangan Islam di Kawasan Amerika. Meski populasi di sana tak sebanyak di negara kompetitor utamanya, AS.
Negara kaya minyak di Asia Tengah, Kazakhstan juga mendiversifikasi pencarian sumber dananya menggunakan instrumen keuangan Islam. Ini tak lepas dari dampak merosotnya harga minyak sejak pertengahan 2014.
Kazakhstan bahkan mengabil langkah besar dengan mengamandemen sejumlah peraturan untuk memfasilitasi keuangan Islam. Peta jalan keuangan syariah hingga 2020 juga sudah disiapkan regulator negeri bekas Uni Soviet ini.
Dengan satu-satunya bank syariah beraset 75 juta dolar AS, Kazakhstan berharap bisa menaikkan pangsa pasar perbankan Islam di sana menjadi lima persen.
Sudan belakangan juga sudah memiliki 34 bank Islam dan 16 penyedia jasa takaful di bawah sistem keuangan Islam penuh. Meski pun, persebaran lembaga keuangan Islam masih tersentral di ibu kota. Dengan pangsa pasar lima persen, lembaga keuangan mikro syariah berperan penting menjangkau masyarakat pelosok.