REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Konsorsium Maritim Ketut Buda Artana menyarankan pemerintah menggunakan skema gas alam cair terapung atau floating LNG (FLNG) untuk pengembangan Lapangan Abadi, Blok Masela di Laut Arafura, Maluku. Skema ini lebih baik ketimbang pengembangan di darat.
"Hasil kajian berbagai aspek baik teknis maupun ekonomis menunjukkan skema FLNG Masela masih lebih baik dibandingkan darat," kata Ketut melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (18/11).
Wakil Rektor IV Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tersebut menjelaskan, pengkajian teknis yang dilakukan meliputi keselamatan, olah gerak (seakeeping), penanganan dan proses gas, serta geoteknik dan bencana. Sedangkan, kajian ekonomis mencakup waktu konstruksi, fleksibilitas operasi, investasi, pengaruh terhadap pertumbuhan wilayah dan industri, dan kandungan lokal.
Dari aspek keselamatan, Ketut mengatakan, teknologi FLNG sudah memiliki tingkat keselamatan yang bisa diterima. "Aspek safety FLNG sudah countable dan predictable. Kajian kuantitatif dan simulasi memberi gambaran tingkat risiko FLNG saat beroperasi," ujarnya. Dia mencontohkan, risiko tabrakan kapal saat proses ship to ship LNG sudah teruji dan terbukti aman.
Dosen Teknik Kelautan ITS Kriyo Sambodho menambahkan, Masela merupakan daerah dengan risiko gempa dan tsunami yang tinggi. Menurut dia, pada periode 1900 hingga 2013 tercatat terjadi 2.248 gempa di sekitar Masela.
Kalau memakai pipa, apalagi dengan opsi panjang sampai 160 km atau 600 km, lanjutnya, maka akan berbahaya dengan ancaman gempa dan longsoran yang terjadi. Dengan begitu, opsi darat lebih rawan terkena tsunami dibandingkan laut.
"Artinya, dengan potensi gempa dan tsunami yang tinggi tersebut, maka opsi FLNG Masela akan lebih baik dibandingkan darat," katanya.