Rabu 11 Nov 2015 23:49 WIB

WTO Diminta Prioritaskan Kepentingan Negara Berkembang

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Para aktivis berunjuk rasa memprotes pertemuan Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Denpasar, Bali, Selasa (3/12).   (AP/ Firdia Lisnawati)
Para aktivis berunjuk rasa memprotes pertemuan Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Denpasar, Bali, Selasa (3/12). (AP/ Firdia Lisnawati)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk mengupayakan langkah strategis agar World Trade Organization (WTO) agar memprioritaskan kepentingan negara berkembang. Kepentingan tersebut utamanya menyangkut isu pembangunan dan pertanian.

"Hal ini agar manfaat perdagangan terbuka yang diusung sistem perdagangan multilateral dapat dirasakan secara berimbang oleh seluruh anggota WTO," ujar Bachrul di Jakarta, Rabu (11/11).

Bachrul menjelaskan, selama ini ketentuan WTO masih menguntungkan negara maju ketimbang negara berkembang. Oleh karena itu pada 2011, Indonesia mengadakan kesepakatan untuk melakukan review ketentuan WTO tersebut agar memasukkan elemen-elemen yang berpihak kepada negata berkembang, termasuk Indonesia.

Menurut Bachrul, berdasarkan hasil identifikasi ada 19 item yang menjadi pertimbangan namun salah satu fokus yang menjadi prioritas yakni sektor pertanian. Pasalnya, sekitar dua pertiga anggota WTO merupakan negara berkembang yang mengandalkan pertanian. Seiring dengan berkembangnya perekonomian, maka status negara berkembang tersebut juga meningkat sehingga mampu menyediakan bahan pangan secara mandiri.

"Ketentuan sekarang membatasi negara berkembang, karena di sisi lain negara maju diperbolehkan memberikan subsidi pertanian sehingga mendistorsi pasar dan pertanian di negara berkembang," kata Bachrul.

Salah satu permintaan yang diajukan Indonesia oleh WTO yakni mengamankan pasar di dalam negeri negara-negara berkembang. Selain itu, Indonesia juga menginginkan agar negara-negara maju mengurangi subsidi domestik dan membuka akes pasar.

"Kita sama-sama ingin membuka pasar, tapi liberalisasinya gak bisa sama," ujar Bachrul.

Bachrul mengatakan, kebijakan deregulasi dan debirokratisasi sangat sejalan dengan semangat perjanjian fasilitasi perdagangan WTO. Pasalnya, paket-paket kebijakan ekonomi yang digulirkan oleh pemerintah yakni untuk memberikan kemudahan kepada dunia usaha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement