REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meningkatnya risiko pasar global akan kembali menekan perdagangan saham hari ini, Selasa (10/11). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan kembali bergerak di teritori negatif setelah kemarin gagal bertahan di atas 4.500.
Analis Saham dari First Asia Capital (FAC), David Sutyanto memprediksi IHSG akan bergerak dengan kisaran 4.460 hingga 4.540. "Risiko pasar global ditandai dengan penguatan dolar AS dan memburuknya outlook pertumbuhan ekonomi global setelah perekonomian Cina memburuk," jelasnya, Selasa (10/11).
Laju negatif IHSG terjadi sejak awal pekan ini (9/11). IHSG tutup koreksi 67,045 poin atau 1,47 persen di level 4499,507.
Menurut David, IHSG kemarin mulai tertekan risiko pasar yang meningkat. Itu terutama dipicu data perdagangan Cina pada Oktober yang memburuk.
Koreksi IHSG kemarin berlangsung di tengah nilai transaksi yang tipis. Nilai transaksi di pasar reguler kemarin hanya mencapai Rp 3,11 triliun. Nilai ini jauh di bawah rata-rata harian pekan kemarin yang mencapai Rp 3,82 triliun. "Koreksi ini terutama dipicu kekhawatiran pasar atas perkembangan ekonomi Cina yang memburuk," lanjut David.
David memaparkan, nilai ekspor Cina pada Oktober lalu turun 6,9 persen (yoy), mencapai 192,4miliar dolar AS. Nilai impor Cina pada Oktober pun anjlok 18,8 persen (yoy) mencapai 130,8 miliar dolar AS.
"Memburuknya perekonomian Cina akan berimbas negatif bagi perekonomian kawasan Asia terutama Indonesia yang memiliki hubungan ekonomi yang erat dengan Cina," ungkapnya.
Sebelumnya, kata David, pasar saham emerging market telah tertekan oleh rencana kenaikan tingkat bunga the Fed menjelang akhir tahun ini. Nilai tukar rupiah atas dolar AS kemarin melemah 0,6 persen di Rp 13.644. Sementara data cadangan devisa Indonesia akhir Oktober lalu turun satu miliar dolar AS menjadi 100,7 miliar dolar AS. Ini merupakan level terendah sejak Januari 2014.
"Kombinasi faktor eksternal dan internal tersebut telah memicu kembali meningkatnya resiko capital outflow yang berakibat tertekannya kembali aset beresiko," tuturnya.