REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tumbuh kembang ekonomi syariah dinilai sudah cukup di mulai dari gerakan masyarakat. Sudah saatnya pemerintah menunjukkan keberpihakannya.
Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jawa Timur Imron Mawardi menuturkan, selama ini pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah bermula dari masyarakat baru ke pemerintah (bottom up). Ia menilai sudah saatnya ekonomi syariah di mulai dari atas (top down) yang nahkodai kementerian perekonomian karena di sana ada sektor keuangan dan non keuangan.
''Yang dibutuhkan adalah keberpihakan regulasi. Banyak regulasi yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam, tapi tidak difasilitasi,'' kata Imron kepada Republika, Ahad (8/11).
Ia mencontohkan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Imron menilai tujuan BPJS Kesehatan bagus, tapi kalau pengelolaannya tidak syariah, umat Islam terjebak.
Di industri makanan dan barang konsumsi, kehalalan produk juga perlu diperjelas. Sementara di sektor keuangan, akad-akad keuangan juga perlu gamblang.
Dalam pendekatan umum, ekonomi syariah itu ekonomi yang sesuai syariah. Bagian ekonomi yang dijalankan sesuai syariat Islam, tanpa label syariah pun pada dasarnya sudah bisa disebut syariah. ''Kebijakan anggaran bagi ekonomi syariah yang diharapkan lebih pada efek lanjutannya dibanding angkanya,'' ungkap Imron.
Penempatan 20 persen anggaaran pemerintah saja ke keuangan syariah, Imron menilai daya dorongannya akan besar. Di sisi keuangan sosial, Imron menyarakankan untuk memaksimalkan wakaf dan zakat. Badan Wakaf Indonesia mencatat ada 4,1 miliar meter persegi tanah wakaf terdaftar. Ini potensial jika diolah untuk kegiatan produktif.
MES menargetkan pada 2025 Indonesia jadi tiga besar ekonomi Islam dunia dengan produk domestik bruto (PDB) 3,8-4,5 triliun dolar AS.