Rabu 04 Nov 2015 15:23 WIB

Menteri Susi Anggap Kenaikan Pungutan Hasil Perikanan Wajar

Red: Nur Aini
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memberikan keterangan pers seusai rapat pertama Satuan Tugas (Satgas) Kepresidenan terkait pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal di Jakarta, Senin (2/11).
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memberikan keterangan pers seusai rapat pertama Satuan Tugas (Satgas) Kepresidenan terkait pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal di Jakarta, Senin (2/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menilai kenaikan tarif pungutan hasil perikanan (PHP) merupakan langkah yang wajar mengingat saat ini panen penangkapan ikan di laut Indonesia melimpah.

"Jumlah (tarif) PHP sudah tidak bisa kayak dulu, harus ada kenaikan. Panen kita banyak lho. Bohong kalau bilang sedikit," kata Susi Pudjiastuti dalam keterangan tertulis, Rabu (4/11).

Menurut dia, dengan kondisi ikan yang melimpah tersebut maka seharusnya pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan juga dinilai sanggup membayar kenaikan tarif PHP tersebut.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Senin (2/11) juga telah melakukan dialog terbuka dengan sejumlah pelaku usaha perikanan dalam rangka membahas kenaikan tarif PHP tersebut.

Pemerintah telah menaikkan tarif pungutan hasil perikanan (PHP) terhadap kapal penangkapan ikan dan atau kapal pendukung operasi penangkapan ikan hingga 10 kali lipat. PHP merupakan bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Untuk usaha perikanan tangkap skala besar, PHP naik dari 2,5 persen menjadi 25 persen, usaha skala kecil naik dari 1,5 persen menjadi lima persen, sedangkan PHP untuk usaha skala menengah ditetapkan sebesar 10 persen.

Pungutan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Berdasarkan ketentuan tersebut, PHP dibayar setiap tahun dan dipungut di depan.

Sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) No. 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dinilai dibuat tanpa melibatkan nelayan tradisional.

"Pemerintah, melalui PP Nomor 75/2015 bermaksud meningkatkan PNBP dari sektor kelautan dan perikanan. Peraturan ini dikeluarkan tanpa melibatkan partisipasi nelayan dan masyarakat pada umumnya," kata Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) M Riza Damanik.

Menurut Riza Damanik, hal tersebut dapat berpotensi mengakibatkan bertentangan dengan peraturan perundangan yang telah ada sebelumnya, bahkan dinilai bertabrakan dengan strategi kesejahteraan nelayan yang dijanjikan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement