REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan kebijakan pemerintah untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar sebulan gaji pokok kepada Pegawai Negeri Sipil pada 2016, bermanfaat untuk mengurangi beban belanja pegawai.
"Kalau kita melihat besaran belanja pegawai yang setiap tahun semakin besar, itu karena pensiun yang tidak bisa ditangani oleh Taspen maupun Asabri. Bisa dibayangkan kalau gaji pokok naik, otomatis berat sekali pemerintah untuk menutupi pensiun," kata Menkeu saat jumpa pers sosialisasi APBN 2016 di Jakarta, Selasa (3/11).
Menkeu memastikan perubahan skema insentif dengan pemberian THR dilakukan, agar pemerintah tidak menanggung beban belanja pegawai yang terlalu tinggi, karena adanya konsekuensi pembayaran pensiun. "Kalau menaikkan gaji pokok (setiap tahunnya seperti skema terdahulu), konsekuensinya bisa berpuluh-puluh tahun ke belakang, karena ada pensiunnya. Ini yang ingin kita mulai perbaiki," katanya.
Pemerintah, lanjut Menkeu, telah mengalokasikan anggaran Rp7,5 triliun pada APBN 2016 untuk pemberian THR itu dan akan diberikan pada perayaan hari raya sesuai agama yang dianut oleh PNS tersebut. Menkeu mengklaim pemberian THR ini lebih menguntungkan bagi PNS karena yang diterima bisa lebih besar, dibandingkan kenaikan gaji pokok yang diterima selama 12 bulan sesuai skema sebelumnya.
"Kenaikan gaji terakhir enam persen dikali gaji pokok. Misal kalau gaji pokok golongan IV sekitar Rp 5 juta, maka enam persen dikali Rp 5 juta, cuma Rp 300 ribu. Kalau terima THR, sebulan langsung gaji pokok yaitu Rp 5 juta," ujarnya.
Menkeu mengatakan pemberian THR ini memang masih kecil apabila dihitung dari gaji pokok, namun hal ini merupakan bentuk apresiasi pemerintah kepada pada PNS, agar bisa menerima insentif seperti yang rutin diberikan oleh perusahaan swasta.
"Besarnya memang satu bulan gaji pokok bukan take home pay. Tapi paling tidak ada THR, karena selama ini PNS belum menerima THR," katanya menambahkan.