Jumat 30 Oct 2015 20:19 WIB

Kerja Sama dengan Philip Morris Dinilai tak Menguntungkan

Rep: C05/ Red: Nur Aini
Kampanye anti merokok di kawasan silang Monas, Jakarta, Rabu (12/11).
Foto: Antara
Kampanye anti merokok di kawasan silang Monas, Jakarta, Rabu (12/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat Komisi Nasional Penanggulangan Tembakau  Kartono Muhammad berpendapat tak ada sisi positif sama sekali kerja sama investasi 1,9 miliar dolar AS antara pemerintah dengan Philip Morris. Ia menilai kerja sama itu makin membuat Indonesia terjerat dengan rokok.

Ia memandang kerja sama tersebut dari dua perspektif, sisi kesehatan dan ekonomi. "Dua duanya sama sekali tak membawa manfaat bagi Indonesia," jelasnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (30/10).

Dari sisi kesehatan, ungkapnya, masa depan anak Indonesia akan terancam. Sebab investasi tersebut simbol peningkatan produksi rokok yang semakin masif. Ujung-ujungnya anak Indonesia akan dijejali produk rokok dengan lebih deras.

Lalu di sisi ekonomi, keuntungan dinilai lebih banyak mengalir ke luar negeri. Sebab mesin mesin produksi rokok dipastikan berasal dari asing, juga tembakau berasal dari impor.

"Ketika bicara penyerapan tenaga kerja juga tak logis. Sebab adanya mesin-mesin produksi semakin meminimalisasi penggunaan tenaga manusia," katanya.

Ditanya terkait hubungan investasi ini dengan RUU Tembakau, dia menduga masih berhubungan. "Ya bisa saja ini upaya untuk memuluskan RUU Pertembakauan. Istilahnya sebagai bentuk deal dealan," jelasnya. Namun, menurutnya kecurigaan tersebut perlu dibuktikan lebih lanjut. 

Dalam lawatannya ke Amerika Serikat (AS), Senin (26/10) lalu, Presiden Joko Widodo menyaksikan kesepakatan bisnis antara para pengusaha Indonesia dan pengusaha AS. Di antara sejumlah kesepakatan tersebut, ada yang mencakup ekspansi perusahaan rokok Phillip Morris senilai 1,9 miliar dolar AS. Perinciannya, 500 juta dolar AS untuk belanja modal dan 1,4 miliar dolar AS berupa penerbitan saham baru Sampoerna. Bahkan, dana tersebut juga dialokasikan sebagai belanja modal untuk perluasan pabrik dan perkantoran, serta investasi dalam kurun 2016-2020.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement