Jumat 30 Oct 2015 15:50 WIB

Alasan Pemerintah Hitung Upah dengan Inflasi dan PDB Nasional

Rep: C05/ Red: Nur Aini
Para buruh yang tergabung dalam Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) membawa poster sambil meneriakkan tuntutannya saat berunjuk rasa menuntut upah layak, di Semarang Jateng, Senin (26/10). (Antara/R. Rekotomo)
Para buruh yang tergabung dalam Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) membawa poster sambil meneriakkan tuntutannya saat berunjuk rasa menuntut upah layak, di Semarang Jateng, Senin (26/10). (Antara/R. Rekotomo)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut penggunaan inflasi dan produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi nasional dalam menyusun Upah Minimum Provinsi (UMP) agar sifatnya lebih stabil dan merata. Perhitungan tersebut tertera dalam PP No 78 Tahun 2015 terkait pengupahan.

Direktur Pengupahan Kemenaker, Adriani menyebut jika memakai formula pertumbuhan ekonomi daerah berpotensi merugikan. Sebab, beberapa daerah ada pertumbuhan ekonominya yang minus.

"Misalkan di 2012 daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan juga di Papua pertumbuhan ekonominya minus. Ini tentu berefek pada angka upah yang juga kecil," jelasnya saat konferensi pers di Kantor Kemenaker, Jumat (30/10).

Dari sini, ungkapnya, perlu formula yang sifatnya khusus sehingga solusinya menggunakan acuan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini membuat angka upah yang dihasilkan nanti stabil dan merata.

"Jadi tak ada lagi cerita satu daerah UMP-nya terlalu kecil. Lalu daerah lain justru terlampau besar," kata dia menegaskan.

Terkait acuan memakai inflasi nasional, Adriani menyebut alasannya juga tak jauh berbeda, yakni masih satu kesatuan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. "Jadi agar daya beli masyarakat seiring dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional," jelasnya.

Nantinya perhitungan UMP akan menggunakan rumus sebagai berikut UMP tahun berjalan dikali dengan inflasi nasional lalu dikali dengan pertumbuhan ekonomi nasional.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement