REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, mengkritisi masalah tata kelola, kondisi keuangan dan kinerja Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) RJ Lino dalam rapat bersama Panitia Khusus (Pansus) Angket Pelindo II. Bahkan ia menyatakan apa yang disampaikan oleh Lino merupakan kebohongan.
"Dia ngaku pencetak laba paling besar. Itu tidak betul. Pelindo II tidak masuk 20 BUMN penghasil laba tinggi," katanya saat memberikan keterangan dalam rapat dengan Pansus Angket Pelindo II di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (29/10).
Rizal menganggap Lino sesumbar soal laba perusahaan yang besar. Padahal, ia menilai, perseroan pelabuhan tersebut bahkan tidak masuk dalam daftar 20 besar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pencetak laba tinggi.
Menurut dia, Pelindo II kalah dengan PT KAI yang mencetak laba Rp 591 miliar, Pegadaian senilai Rp 1,6 triliun, hingga Pelindo III yang menghasilkan Rp 640 miliar. "Kok bisa-bisanya Pelindo II sesumbar," katanya.
Menurut Rizal, Pelindo II yang memiliki pangsa pasar hingga 70 persen di seluruh dunia tidak sepantasnya kalah dengan Pelindo III yang pangsa pasarnya jauh lebih rendah.
Tidak hanya sesumbar soal laba perusahaan, ia juga menyoroti tata kelola perusahaan tersebut yang berantakan dan tidak mengikuti aturan. Contohnya, menurut Rizal, adalah sistem kapal kontainer yang masuk tidak dilayani dengan cara first come, first serve (datang duluan, dilayani duluan).
"Dirut Pelindo II mengatakan tidak mau ikut sistem itu. Katanya, Kami punya sistem sendiri berdasarkan mau klien. Ini luar biasa konyol. Luar biasa tidak masuk akal karena akhirnya arus kapal tidak lancar. Harus menunggu sampai tujuh hari," katanya.
Belum lagi, menurut dia, sistem pengangkutan barang truk yang dinilai masih mengalami macet dan membuat waktu tunggu barang di pelabuhan menjadi lama.
"Terakhir soal perpanjangan kontrak konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) itu juga melanggar banyak aturan karena dilakukan sebelum waktu berakhir kontrak, termasuk melanggar UU Pelayaran karena mengabaikan banyak aturan lainnya," katanya.