REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wajah Rizky terlihat sumringah. Impiannya untuk memiliki rumah tak lama lagi bakal terwujud. Baru saja, pria yang masih lajang ini menandatangani seluruh berkas pembelian rumah sederhana yang dibangun pengembang swasta nasional.
Rumah seharga Rp 120 juta dengan luas tanah 60 meter persegi itu dibeli dengan cara dicicil selama 20 tahun. Bagi Rizky, rumah yang terletak di kawasan Cibinong, Kabupaten Bogor, itu merupakan rumah pertamanya. Meski ekonomi nasional tahun ini sedang melambat, kondisi itu tak menghalangi dia untuk tetap membeli rumah.
"Justru sekaranglah waktu yang tepat untuk mencari rumah karena banyak pengembang yang menawarkan beragam promosi," ujar karyawan swasta di Jakarta ini. Promosi yang ditawarkan bisa berupa pembebasan Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), masa cicilan yang diperpanjang atau diskon bunga pinjaman selama jangka waktu tertentu.
Rumah yang dibeli Rizky dibangun oleh pengembang swasta yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI). Para pengembang anggota REI sedang gencar membangun berbagai jenis rumah. Program nasional sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah menjadi salah satu pemacunya. “Bersama pemerintah, REI ingin terus berperan membanguna rumah yang sehat dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat," ujar Ketua Umum DPP REI Eddy Hussy baru-baru ini.
Bahkan, untuk menyiasati kondisi ekonomi yang sedang tidak ramah saat ini, Eddy menyarankan anggotanya untuk lebih melirik segmen rumah menengah ke bawah. Alasannya, dampak pelemahan ekonomi dan nilai tukar rupiah lebih terasa di segmen menengah ke atas. Berbeda dengan rumah segmen menengah ke bawah yang material bangunannya hampir 100 persen menggunakan komponen lokal.
"Rumah bersubdisi atau rumah murah yang harganya di bawah Rp 300 juta masih menggunakan komponen lokal. Ini tentunya menjadi peluang buat kami," kata Eddy.
Perhatian pada segmen menengah ke bawah, juga sejalan dengan target yang ingin dicapai dalam program nasional pembangunan sejuta rumah. Tahun ini, seperti diungkapkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pemerintah memasang target pembangunan rumah dengan komposisi 603.516 unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan rumah non-MBR sebanyak 396.484 unit.
Khusus rumah MBR, pemerintah mengandalkan pembangunannya pada lima pihak. Perinciannya, rumah MBR yang dibangun pemerintah sebanyak 98.300 unit, Perumnas 36.016 unit, pengembang 403.800 unit, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS 35.400 unit, dan pemerintah daerah 30 ribu unit.
Menurut Eddy, para pengembang yang tergabung dalam REI sanggup membangun rumah murah sebanyak 10 ribu sampai 20 ribu unit dalam sebulan. Bahkan angka itu bisa bertambah besar lagi bila pemerintah di daerah bisa melonggarkan regulasinya bagi pengembang untuk membangun rumah. Lantaran, persoalan klasik yang membelit pengembang masih seputar permasalahan perizinan dan proses administrasi yang panjang.