REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Asuransi di sektor pertanian yang tengah direncanakan pemerintah pusat dinilai perlu untuk ditinjau ulang. Peninjauan ini untuk memastikan adanya manfaat yang bisa diperoleh petani dari model asuransi itu.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Bandung Nono Sambas menuturkan, sasaran yang menerima asuransi pertanian tersebut harus jelas. Sebab, menurut dia, jangan sampai sasaran yang menerima itu malah orang-orang kalangan mampu. "Apakah itu memang menguntungkan ke petani lewat asuransi itu, dan ada beberapa hal, itu untuk petani yang mana," kata dia, Rabu (21/10).
Menurut Nono, asuransi tersebut harus diberikan kepada petani pemilik, bukan kepada petani penggarap, buruh tani, ataupun pemilik lahan. Ia khawatir asuransi justru jatuh ke spekulan. "Jangan dikasih ke yang bukan petani pemilik," ujar dia.
Nono menjelaskan, alasan kenapa petani penggarap tidak layak diberikan, karena mereka menjadikan profesi petani itu hanya sambilan. Sehingga, kehidupannya pun bukan dari pertanian. Lagi pula, lahan pertanian yang digarapnya pun bukan miliknya. "Jadi kalau dibantu itu tidak lama kan," ujar dia.
Sedangkan, untuk buruh tani sendiri, pun tidak perlu diberikan asuransi karena mereka sebagai tenaga kerja. Yang terpenting bagi buruh tani, yakni bekerja di lahan pertanian dengan upah. "Yang harus disasar itu petani pemilik meski kepemilikannya tidak luas. Yang penting lahannya itu milik dia. Dia juga petani. Petani pemilik," ujar dia.