Rabu 21 Oct 2015 11:13 WIB

Pasar Obligasi Terimbas Pelemahan Kurs Rupiah

Rep: Risa Herdahita/ Red: Nur Aini
Petugas mengamati pergerakan nilai obligasi di BRI Dealing Room, Jakarta, Rabu (18/6).
Foto: Republika/ Wihdan
Petugas mengamati pergerakan nilai obligasi di BRI Dealing Room, Jakarta, Rabu (18/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berimbas pada laju pasar obligasi di Tanah Air. 

Analis NH Korindo Securities Indonesia (NHKSI) Reza Priyambada melihat dorongan positif ekonomi nampaknya mulai berkurang. "Adanya rilis kenaikan indeks permintaan terhadap rumah tinggal (NAHB housing market index) di AS sebelumnya yang dibarengi dengan pelemahan laju harga minyak mentah dunia seiring ekspektasi meningkatnya pasokan memberikan semangat bagi laju dolar AS untuk dapat menguat dan rupiah pun terkena imbas negatifnya," ujarnya, Rabu (21/10).

Dari pantauan data di Bank Indonesia (BI), kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) terus menunjukan pelemahannya. Kurs JISDOR pada Rabu (21/10), turun 62 poin dari sehari sebelumnya ke level Rp 13.696 per dolar AS. 

Ia mengatakan, meski pelemahan mulai terbatas, pelaku pasar kembali dimungkinkan akan melepas rupiah dan kembali beralih ke dolar AS. Ini seiring kurang baiknya data-data di Asia khususnya Cina. 

Akibatnya, pelemahan pada nilai tukar rupiah ini pun kembali mengganggu laju pasar obligasi. Pasar obligasi kembali mengalami pelemahan pascabergerak menguat tipis sehari sebelumnya. 

Menurut Reza, pelemahan laju rupiah memberikan ruang sempit bagi pasar obligasi untuk dapat bergerak menguat. Kembali berlanjutnya penguatan imbal hasil (yield) di sejumlah negara turut memberikan imbas negatif.

"Sebagian pelaku pasar masih melakukan aksi jual. Apalagi penguatan yield itu seiring dengan penguatan laju indeks dolar AS, sehingga makin memberikan sentimen negatif," katanya.

Mayoritas harga obligasi mengalami penurunan. Ini terefleksi pada naiknya yield seluruh tenor. Pada obligasi pemerintah, laju yield cenderung mengalami kenaikan. Sementara tenor jangka pendek kali ini memimpin kenaikan.

Pergerakan yield untuk masing-masing tenor rata-rata ialah untuk pendek (1-4 tahun) rata-rata mengalami kenaikan yield 4,33 bps. Tenor menengah (5-7 tahun) naik sebesar 2,91 bps. Tenor panjang (8-30 tahun), naik 2,55 bps. 

Pada FR0070 yang memiliki waktu jatuh tempo lebih kurang sembilan tahun dengan harga 98,01 persen dan yield 8,71 persen, menurun 9,64 bps dari sehari sebelumnya di harga 98,58 persen dan yield 8,63 persen. Sementara untuk FR0071 yang memiliki waktu jatuh tempo lebih kurang 14 tahun dengan harga 99,94 persen dan yield 9,01 persen, naik 15,35 bps dari sehari sebelumnya di harga 101,13 persen dan yield 8,85 persen.

Adapun laju obligasi korporasi memperlihatkan yield yang masih kembali naik. Reza mengatakan hal ini seiring masih adanya tekanan jual pada beberapa seri obligasi korporasi. 

"Untuk yield pada rating BBB dengan tenor 9-10 tahun naik ke kisaran 14,88-14,74 persen dan pada rating AA naik di kisaran 10,7-11,75 persen," katanya.

Padahal, Reza mengatakan, pelemahan laju ini rupiah masih dimungkinkan akan terjadi. Itu lantaran masih berlanjutnya pelemahan juga pada harga minyak mentah dan sejumlah komoditas. 

"Sehingga dapat memberikan kesempatan bagi dolar AS untuk bergerak naik. Laju rupiah di bawah target support Rp 13.580, yaitu Rp 13.650-13.625 untuk kurs tengah BI," ungkapnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement