Kamis 08 Oct 2015 14:26 WIB

Kesepakatan TPP akan Ancam Ekonomi RI

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Perdagangan Bebas (Ilustrasi)
Foto: IDBTimes
Perdagangan Bebas (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi mengatakan, Indonesia belum siap untuk berpartisipasi dalam kesepakatan perdagangan Trans- Pacific Partnership (TPP). Pasalnya, kesepakatan ini sangat dalam dan luas aspek liberalisasinya.

"Indonesia pernah ada tawaran untuk ikut TPP, tapi kita belum ikut karena pada saat perjanjian tersebut dimulai pendekatan kebijakan Indonesia masih inward looking dengan posisi defensif sehingga akan mengancam kebijakan ekonomi Indonesia," ujar Bachrul kepada Republika, Kamis (8/10).

Bachrul menjelaskan, dengan diadakannya perubahan platform kebijakan ekonomi Indonesia melalui peluncuran kebijakan reformasi dan debirokratisasi yang menyangkut semua sektor.

Menurutnya, dengan diselesaikannya program deregulasi dan debirokratisasi maka akan membuat ekonomi dana dunia usaha menjadi lebih kompetitif. Dengan demikian, Indonesia bisa lebih siap untuk bergabung dengan TPP.

"Dengan demikian, kita siap untuk ikut serta dalam TPP dengan tujuan agar pangsa pasar Indonesia di negara-negara anggota TPP tidak tergerus," kataa Bachrul.

Bachrul mengatakan, saat ini Indonesia sedang fokus untuk merundingkan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), yang tingkat liberalisasinya disepakati dan cakupannya tidak seluas TPP. Selain itu, Indonesia juga memulai lagi persiapan perundingan Indonesia - Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (Indonesia-EU CEPA) dengan menyelesaikan scopping paper. Perundingan ini lingkupnya hampir setingkat dengan TPP.

Menurut Bachrul, jika Indonesia dapat menyelesaikan perundingan Indonesia-EU CEPA, maka tidak akan masalah untuk bergabung dengan TPP. Bachrul mengatakan, alasan Indonesia tidak ikut dalam TPP karena dalam perjanjian tersebut memiliki cakupan yang luas dengan tingkat liberalisasi tinggi.

Apabila ikut, maka Indonesia harus mau mengikuti semua kesepakatan TPP yang intinya membuka sektor-sektor sensitif. "Misalnya, sangat membatasi barang perdagangan yang dikategorikan sensitif atau exclude, membuka goverment procurement, IPR, isu lingkungan dan kebijakan-kebijakan NTM yang menghambat perdagangan," kata Bachrul.

Dengan demikian, Indonesia harus siap melakukan reformasi ekonomi dan regulasi seperti yang dilakukan oleh negara-negara ASEAN yanng tergabung dalam TPP seperti Vietnam dan Malaysia. Bachrul mengatakan, untuk saat ini Indonesia belum mempunyai komitmen relaksasi kebijakan atau belum siap untuk melakukan perundingan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement