Rabu 07 Oct 2015 15:10 WIB

Rupiah Menguat, Perusahaan Rokok Diminta tak Cari-Cari Alasan PHK Karyawan

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja menggelar demo karena terkena PHK perusahaan.
Foto: Antara
Pekerja menggelar demo karena terkena PHK perusahaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paket kebijakan ekonomi pemerintah jilid I dan II telah diluncurkan pemerintah. Dalam beberapa hari terakhir pun, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS. Namun ternyata kesemuanya belum mampu membendung arus pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.

Ekonom dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Prof FX Sugiyanto mengatakan PHK yang saat ini masih marak terjadi lantaran pengusaha masih menggunakan penghitungan yang lama. Perlu dilihat lagi apakah tren penguatan rupiah bisa terus berlanjut atau tidak. Yang diperlukan pengusaha adalah kepastian.

Apabila tren penguatan rupiah berlanjut, mestinya ada penghitungan kembali oleh perusahaan. “Tidak fair juga kalau perusahaan melakukan PHK di saat rupiah sudah menguat,” ucapnya kepada Republika.co.id,” Kamis (7/10).

Perusahaan yang telah banyak memberhentikan karyawannya diminta memikirkan hal ini mengingat rupiah kembali menguat, terutama pabrik tekstil dan rokok. “Kalau alasannya karena tembakaunya impor juga tetap tidak fair dan perlu dihitung ulang,” ujar FX.

FX menduga PHK yang marak terjadi di perusahaan rokok terjadi di jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan). Perusahaan rokok disarankan jangan berlindung di balik dalih mahalnya bahan baku impor untuk mem-PHK karyawan. “Toh konsumsi rokok tidak menurun meski harga bahan baku naik,” kata dia.

Untuk mengurangi angka PHK, perusahaan bisa memilih cara lain misalnya mengurangi jam kerja dan melakukan negosiasi adil lainnya dengan para pekerja. “Toh esensinya sama untuk mengurangio biaya, tapi status mereka masih karyawan,” ujarnya. Ini diharapkan bisa memperbaiki kondisi makro dan permintaan pasar Tanah Air.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement