Rabu 07 Oct 2015 06:20 WIB

Pemerintah Diminta Buka-Bukaan Data Resmi 'Korban' PHK

Rep: C03/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Buruh melakukan aksi di bundaran Patung Kuda, Silang Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/9).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Buruh melakukan aksi di bundaran Patung Kuda, Silang Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/9). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution beberapa waktu lalu menyebut data PHK yang ada simpang siur. Kendati demikian dia tak menampik terjadinya PHK.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan adanya perbedaan jumah tenaga kerja yang di PHK tersebut dikarenakan adanya ketidaksamaan dalam pengambilan data. Kata dia jumlah PHK hingga akhir September sebanyak 43.085 orang sebagaimana dirilis Kementerian Tenaga Kerja hanya merupakan data perusahaan di Provinsi dan Kabupaten yang tutup dan mem-PHK.

“Makannya data Depnaker itu relatif lebih kecil, dia belum ambil seperti di Sumatera, Aceh. Sedang Menko Perekonomian membandingkan dengan Jaminan Hari Tua dari BPJS Ketenagakerjaan. Padahal ada karyawan yang di PHK langsung mencairkan, ada yang ditunda karena mereka berharap bisa kerja lagi dan JHTnya ditabung. Jelas data BPJS Ketenagakerjaan lebih kecil,” jelas Said Iqbal saat dihubungi Republika.co.id, Senin (5/10).

Sementara itu, Said memaparkan data yang diperoleh KSPI merupakan gabungan dari karyawan yang terkena PHK dan berpotensi di PHK atau dirumahkan dan pengurangan jam kerja. Hingga awal Oktober, KSPI mencatat total keseluruhan mencapai lebih dari seratus ribu orang.

“Nah, kalau yang sudah di PHK catatan kami 79 ribu,” tuturnya.

Said mendesak agar Pemerintah melalui Kemenaker segera mengumumkan jumlah pasti. Meski sampai saat ini belum ada pertemuan resmi antara pemerintah, pengusaha dan buruh untuk mencocokan totl tenaga kerja yang di PHK.

“Tapi dalam forum tripatit kami sampaikan agar cepat ambil langkah. Sebaiknya perusahaan juga sebelum PHK sebaiknya rumahkan dulu atau kurangi jam kerjanya. Kalau terpaksa, maka rundingkan hak-hak buruh,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement