Senin 05 Oct 2015 14:45 WIB

14 Pos Tarif Diusulkan Bebas SVLK

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Pembuat mebel (ilustrasi)
Foto: FOTO ANTARA
Pembuat mebel (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) mengusulkan 14 kode pos tarif atau harmonize system (HS) dibebaskan dari kewajiban Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Penerapan SVLK pada 14 HS tersebut dinilai dapat berdampak pada penurunan kinerja ekspor nasional.

"Pos tarif ini untuk semua mebel yang berbasis kayu seperti kursi, lemari, termasuk boks bayi," ujar Sekjen Amkri Abdul Sobur di Jakarta, Senin (5/10). Sebanyak 14 pos tarif tersebut telah diajukan ke Kementerian Perdagangan dan nantinya tinggal dilaksanakan oleh Ditjen Bea dan Cukai.

Menurut Abdul, Kementerian Perdagangan sepakat dengan dihapuskannya SVLK terhadap 14 pos tarif tersebut. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pelaku usaha hilis industri kayu dalam melakukan ekspor. Rencananya, pembebasan SVLK bagi 14 kode HS tersebut akan diterapkan pada Januari 2016.

Abdul menjelaskan, adanya SVLK membuat harga bahan baku bagi industri kayu menjadi tidak kompetitif dibandingkan Malaysia dan Vietnam. Ini dikarenakan untuk mengurus SVLK dan beberapa izin pendukungnya membutuhkan biaya yang sangat besar. Apalagi, sebanyak 80 persen pelaku industri mebel di hilir merupakan usaha kecil menengah (UKM).

"Kita sekarang sudah berada di bawaah Vietnam dan Malaysia, mereka ekspornya bisa tumbuh pesat tanpa memberlakukan regulasi sejenis SVLK di negaranya masing-masing," kata Abdul.

Menurut Abdul, pemberlakuan SVLK di Indonesia justru akan menguntungkan pelaku industri di negara kompetitor raksasa seperti Cina dan negara-negara produsen di kawasan Eropa. Saat ini, industri mebel di Indonesia harus mempersiapkan diri untuk bersaing dan berkompetisi dengan Kamboja, Myanmar, dan Afrika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement