REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah dengan melakukan intervensi di pasar forward. Langkah itu untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan di pasar forward. Upaya menjaga keseimbangan pasar forward dinilai penting dalam mengurangi tekanan di pasar spot.
Chief Economist Global Market PermataBank, Josua Pardede, mengatakan, saat ini para pelaku pasar khususnya yang melakukan transaksi jual beli dolar melihat adanya fluktuasi dolar, dan adanya permintaan di pasar forward.
Peningkatan permintaan yang cukup banyak tersebut tidak diikuti suplai. Hal itu ditunjukkan dengan swap point dalam setahun hampir 1.700. Swap point adalah perbedaan antara nilai tukar forward dan nilai tukar spot. Sehingga, cost-nya cukup besar.
"Suplainya terbatas, Bank Indonesia menurunkan swap point sehingga market-nya makin besar sehingga tekanan di pasar spot berkurang," jelasnya saat dihubungi Republika, Rabu (30/9).
Menurut dia, transaksi di pasar forward sebenarnya belum begitu banyak. Namun, baru-baru ini melihat fluktuasi di forward membuat pasar cenderung masuk ke forward. Akibatnya, permintaan banyak tapi suplai belum ada. Pendalaman pasar forward dilakukan supaya transaksi valas tidak terkonsentrasi di pasar spot.
Dalam beberapa pekan terakhir permintaan di pasar forward meningkat. Apalagi fluktuasi di pasar spot lebih besar. Sehingga kebijakan tersebut akan mengoptimalisasi di lelang swap option, seandainya ada underlying-nya akan dioptimalkan Bank Indonesia melalui bilateral atau swap option.
Bank Indonesia biasanya melakukan FX Swap Option untuk membuat pelaku pasar yang punya kebutuhan forward bisa bertransaksi dengan BI melalui bilateral langsung.
Josua menyatakan, dalam jangka pendek menengah kebijakan tersebut akan menjaga likuiditas rupiah supaya tidak digunakan spekulator. "Suplai valas dengan kebijakan intervensi forward dan kebijakan Devisa Hasil Ekspor akan membatasi pelemahan nilai tukar rupiah yang didominasi faktor global," imbuhnya.
Menurut dia, kebijakan moneter tersebut akan cepat berdampak dibandingkan kebijakan fiskal. Dalam waktu dekat akan terlihat dampak dari pelemahan nilai tukar akan lebih terbatas dibanding sebelumnya.
Di sisi lain, kombinasi dari semua kebijakan harus diapresiasi, selain intervensi di forward, juga kebijakan DHE yang memberikan dorongan para eksportir menempatkan DHE di perbankan nasional.
Selain itu, adanya pelonggaran underlying threshold forward jual dari 1 juta dolar AS menjadi 5 juta dolar AS per transaksi per nasabah, ditambah pemerintah memangkas bunga deposito dari 20 persen menjadi 10 persen, diharapkan adanya suplai dolar tidak hanya dari BI, tapi juga eksportir.
Ditambah juga pengelolaan likuiditas rupiah, Bank Indonesia akan menerbitkan SBI yang tenornya lebih pendek dari 1 bulan menjadi 1 pekan untuk menyerap likuiditas.
BI juga sudah menaikkan suku bunga SBI supaya menyerap likuiditas yang saat ini kondisi likuiditas rupiah berlebih. Pertumbuhan kredit pada Juli yang di bawah 10 persen mencerminkan likudiitas rupiah cukup idol (berlebih).
Penguatan kebijakan untuk mengelola supply dan demand valas di pasar forward bertujuan mendorong transaksi forward jual valas/ Rupiah dan memperjelas underlying forward beli valas/ Rupiah.
Hal itu dilakukan dengan meningkatkan threshold forward jual yang wajib menggunakan underlying dari semula 1 juta dolar AS menjadi 5 juta dolar AS per transaksi per nasabah dan memperluas cakupan underlying khusus untuk forward jual, termasuk deposito valas di dalam negeri dan luar negeri.