REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bencana kebakaran yang melanda sebagian lahan perkebunan sawit dianggap sangat merugikan para pelaku bisnis yang bergerak di sektor tersebut.
"Bencana kebakaran yang ada sekarang merugikan semua pelaku usaha di sektor sawit baik langsung ataupun tidak langsung. Kerugian paling besar yang diderita pelaku usaha adalah intangible loss dimana muncul tuduhan kepada perusahaan sawit sebagai penyebab utama kebakaran," kata Ketua umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono, di Jakarta, Senin (21/9).
Padahal, sambung Joko, perusahaan-perusahaan sawit yang mengelola lahan perkebunan sudah memenuhi standard operasi untuk mencegah dan memadamkan kebakaran. Investasi juga cukup besar dikeluarkan untuk memenuhi SOP penanganan dan peralatan kebakaran.
Diungkapkan Joko, perusahaan yang memiliki izin pengelolaan lahan sudah lama menerapkan standar zero burning sesuai amanat UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dan UU Nomor 39 Tahun 2013 tentang perkebunan.
"Tuntutan zero burning makin menguat sejalan dengan tuntutan pasar, terutama dari buyer internasional. Selama ini perusahaan yang terkena dampak kebakaran harus berusaha memadamkan, baik dengan kekuatan sendiri atau bantuan pihak lain. Seharusnya aksi perusahaan-perusahaan ini diapresiasi, bukan malah dihukum," tegas Joko.
Diharapkannya, dalam melihat pembakaran pemerintah juga mengedukasi masyarakat karena di lapangan masih terjadi pembakaran oleh petani yang ingin membuka ladang pertanian. Joko mengatakan lewat UU 32/2009, pembukaan lahan dengan membakar oleh petani dianggap sebagai kearifan lokal dan dibolehkan hingga luas dua hektare.
PP 4/2001 juga menegaskan kalau petani membakar untuk buka ladang tidak boleh dipadamkan kecuali sudah ke luar ladangnya. Ini semua juga menjadi pemicu meluasnya kebakaran disamping unsur ketidaksengajaan lainnya yang juga bisa menjadi penyebab kebakaran.
Seperti diketahui, jika merujuk dari hasil pengamatan yang dilakukan laman fires.globalforestwatch yang bekerja sama dengan World Research Institute termonitor titik panas dalam sepakan terakhir adanya titik api di hampir seluruh wilayah Indonesia, Malaysia Sabah dan Serawak, Papua Nugini dan Australia Utara.
Kebakaran lahan saat ini banyak didomminasi di luar konsesi (54 persen), 41 persen pada konsesi pulp and paper, dan satu persen pada konsesi logging. Di Sumatra, ada lebih dari 50 persen kebakaran terjadi di luar konsesi perusahaan dan di Kalimantan angka ini lebih besar, 70-an persen.