REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keinginan dan apa yang diupayakan oleh pemerintah khususnya melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dalam memajukan desa-desa di seluruh wilayah Indonesia harus didukung juga oleh peran perbankan. Namun Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan justru menunjukkan dana lebih banyak disedot oleh kota-kota besar.
Pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Revrisond Baswir merasa khawatir, pasalnya dalam perbankan ada istilah LDR yang apabila diamati ditemukan data bahwa perbankan lebih sering menarik dana dari desa namun rasio penyebaran kredit lebih banyak dilakukan di kota-kota besar.
“Saya khawatir, dana desa ini diserap lagi ke kota melalui perbankan. Bank sebagai pengepul dana dengan nasabahnya adalah masyarakat desa, namun dana itu justru diputar ke kota-kota besar," ujar Baswir dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id Sabtu (19/9).
Padahal dana yang dialokasikan oleh pemerintah melalui APBN bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat desa. Namun apabila dana tersebut justru disedot oleh kota-kota besar melalui perbankan, lalu bagaimana dengan nasib desa yang harusnya menerima dana tersebut.
"Apalagi dana desa itu disetor melalui rekening kabupaten, sehingga tidak bisa langsung dipakai untuk program-program desa," ujar Baswir.
Misalnya saja di wilayah Jawa, tabungan masyarakat sejumlah 100 persen namun yang kembali kepada masyarakat desa dalam bentuk kredit UMKM hanya sekitar 52 persen, kemudian di Kalimantan 100 persen dana namun yang kembali ke masyarakat desa hanya sekitar 16 persen.
"Ini yang saya katakan bank sebagai pengepul dana. Jadi harus kita dorong agar dana desa ini jangan sampai nantinya disedot oleh perbankan ke kota-kota besar, padahal yang tengah diupayakan Kementerian Desa sangat bagus, yakni menggerakkan ekonomi desa dengan memanfaatkan dana desa,” ungkapnya.