Jumat 18 Sep 2015 12:05 WIB

The Fed Rate Batal Naik, IHSG Bakal Cenderung Menguat

Rep: Risa Hedahita/ Red: Indira Rezkisari
Seorang karyawan melintas didekat layar elektronik pergerakan Indeks harga saham gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (11/9).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Seorang karyawan melintas didekat layar elektronik pergerakan Indeks harga saham gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (11/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini diperkirakan akan bergerak variatif cenderung menguat. Tertundanya putusan The Fed untuk menahan tingkat bunganya tetap pada level rendah memberikan sentimen positif di pasar di tengah meningkatnya risiko arus dana keluar. 

"IHSG pada perdagangan hari ini diperkirakan akan bergerak di kisaran 4.365 hingga 4.410 cenderung menguat," ujar Analis First Asia Capital (FAC), David Sutyanto dalam risetnya, Jumat (18/9).

Sebagaimana diperkirakan sebelumnya The Fed pada pertemuan September ini kembali menahan tingkat bunganya pada level saat ini, yaitu 0-0,25 persen. Ini artinya, tidak ada perubahan sebagaimana banyak dispekulasikan sebelumnya.

Mengulangi pertemuan sebelumnya, Gubernur The Fed, Janet Yellen kembali mempertimbangkan kondisi perekonomian global yang tengah melambat. Adapun inflasi AS yang rendah dan pasar perumahan AS yang masih lemah, juga menjadi pertimbangan untuk membiarkan tingkat bunga tetap pada level saat ini. 

"Keputusan The Fed tersebut mencerminkan ketidakpastian atas prospek pemulihan ekonomi negara tersebut ke depan," Kata David.

Sementara, IHSG kemarin, Kamis (17/9), berhasil rebound setelah dua sesi perdagangan sebelumnya mengalami koreksi dalam rentang konsolidasi. IHSG kemarin menguat moderat 45,872 poin atau 1,06 persen di 4378,385. 

"Penguatan ini terjadi di tengah pasar saham Asia yang bergerak bervariasi menanti hasil pertemuan The Fed akhir pekan ini yang diprediksi akan kembali menunda kenaikan tingkat bunganya hingga akhir tahun ini," jelas David.

Disamping faktor spekulasi pasar atas penundaan kenaikan tingkat bunga the Fed, penguatan kemarin turut dipicu sentimen keputusan Bank Indonesia (BI). Keputusan ini terkait BI Rate yang kembali ditahan 7,5 persen untuk tujuh bulan berturut-turut.

Menurut David, BI saat ini menghadapi situasi sulit untuk menurunkan tingkat bunganya di tengah meningkatnya risiko arus dana keluar (capital outflows-red) dalam antisipasi kenaikan tingkat bunga The Fed. Karenanya, nilai tukar rupiah terhadap doar AS kemarin di kembali berada di level Rp 14.459 per dolar AS berdasarkan kurs Bloomberg.

"Sepanjang tahun ini rupiah telah melemah 16,3 persen terhadap dolar AS sehingga menjadi mata uang yang berkinerja terburuk di kawasan Asia setelah ringgit Malaysia," papar David.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement