Kamis 17 Sep 2015 22:00 WIB
Rupiah Melemah

Pelemahan Nilai Tukar, BI Imbau Pasar tidak Panik

Rep: Binti Sholikah/ Red: Djibril Muhammad
Rupiah
Foto: Antara
Rupiah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia mengimbau para pelaku pasar agar tidak panik dengan kondisi nilai tukar yang semakin melemah menjelang hasil rapat FOMC.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi terutama faktor tekanan eksternal. Pada bulan Agustus 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 2,9 persen (mtm) ke level Rp13.789 per dolar AS.

Sumber tekanan terutama berasal dari dampak devaluasi Yuan oleh Bank Sentral Cina serta meningkatnya ketidakpastian mengenai rencana kenaikan suku bunga oleh The Fed. Sementara dari sisi domestik, tekanan terhadap Rupiah didorong oleh permintaan terhadap dolar AS, untuk pembayaran utang luar negeri.

Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Di samping itu, Bank Indonesia juga terus melakukan penguatan operasi moneter untuk mengendalikan permintaan dan memperkuat pasokan valas.

"Sebetulnya pasar tidak perlu panik. Kita tetap waspada karena Bank Indonesia akan jaga terus di pasar agar volatilitas jangan sampai drastis. Kita akan lihat dari waktu ke waktu," kata Tirta kepada wartawan di gedung Bank Indonesia Jakarta, Kamis (17/9).

Tirta menyebutkan, volatilitas nilai tukar rupiah sebetulnya tidak terlalu tinggi, di kisaran 7-8 persen. Volatilitas bisa dihitung dengan rumus yang berbeda-beda. Bank Indonesia akan menjaga agar volatilitas nilai tukar tetap berada di bawah 10 persen.

Berdasarkan Bloomberg Dollar Index, rupiah ditutup di level Rp 14.459 per dolar AS pada Kamis, sama dengan level penutupan pada Rabu (16/9). Sementara, berdasarkan kurs tengah Jisdor, rupiah di level Rp 14.452 per dolar AS atau melemah 10 poin dibandingkan Rabu sebesar Rp 14.442 per dolar AS.

Selama ini, Bank Indonesia melakukan operasi moneter di pasar melalui intervensi dua sisi atau disebut dual intervention baik di rupiah maupun valas. Artinya, kalau BI menjual valas dan mendapatkan rupiah dari pasar, maka rupiah harus dikembalikan ke pasar dengan cara membeli Surat Berharga Negara (SBN). Agar kondisi likuiditas di pasar tidak terlalu ketat.

Bank Indonesia juga tengah mengkaji instrumen pendalaman pasar keuangan untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Dalam waktu dekat, BI akan mengeluarkan produk-produk baru dengan beberapa instrumen jangka pendek maupun jangka menengah.

"Sasarannya kami ingin menyerap ekses likuiditas agar tdk terllau banyak dan tentunya menggunakan insturmen yg lebih panjang agar bisa stay sehingga tdk berdampak pada volatilitas nilai tukar," terangnya.

Bank Indonesia telah memutuskan untuk mempertahankan kebijakan moneter dengan mempertahankan BI rate di level 7,5 persen.

Keputusan tersebut telah mempertimbangkan dan mengantisipasi keputusan rapat FOMC the Fed. Termasuk jika the Fed mempertahankan atau menaikkan Fed Fund Rate (FFR). Tirta menjelaskan, kebijakan moneter Bank Indonesia tidak seperti the Fed yang memberikan forward guidence.

Bank Indonesia menggunakan data dependen dengan melakukan asessment secara menyeluruh dari semua aspek eksternal dan internal. "Sudah antisipasi.  Itu sudah mempertimbangkan fed fund rate naik ataupun tidak BI rate-nya sudah memperhitungkan," ujarnya.

Ekonom Indef, Eko Listianto, memprediksikan the Fed belum akan menaikkan Fed Fund Rate. Terutama karena tingkat inflasi di AS belum sesuai yang diharapkan. Selain itu, juga berkaitan dengan Cina yang mendevaluasi mata uang yuan.

"AS khawatir produk-produknya akan kalah dari sisi harga, sehingga bisa menurunkan perekonomiannya, yang akhirnya dapat mengurangi tingkat penyerapan kerja," terangnya saat dihubungi Republika.co.id.

Ekonom UOB, Ho Woei Chen mengatakan, dengan normalisasi kebijakan the Fed, setiap langkah BI untuk menurunkan suku bunga kemungkinan akan meningkatkan tekanan pada rupiah.

Di sisi lain, BI diperkirakan tidak akan menaikkan suku bunga karena turunnya tingkat inflasi dan lemahnya prospek pertumbuhan domestik. Nilai tukar terdepresiasi sekitar 14,3 persen terhadap dolar AS sejak awal tahun.

"Kami telah menaikkan perkiraan kami di akhir kuartal keempat 2015 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi Rp 14.700 dari Rp 14.000," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement