Kamis 17 Sep 2015 16:09 WIB
Rupiah Melemah

Krisis Ekonomi Berdampak Buruk Bagi Anak Indonesia

Rep: C33/ Red: Ilham
Sikap Musimah Hizbut Tahrir. Juru bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Iffah Ainurrochmah (kiri) memberikan paparan saat konferensi pers terkait permasalahan pengungsi Rohingya di Jakarta, Jumat (26/6).
Foto: Republika/ Wihdan
Sikap Musimah Hizbut Tahrir. Juru bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Iffah Ainurrochmah (kiri) memberikan paparan saat konferensi pers terkait permasalahan pengungsi Rohingya di Jakarta, Jumat (26/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Iffah Ainur Rochmah menekankan bahwa krisis ekonomi berdampak buruk bagi pertumbuhan anak Indonesia. Kebutuhan-kebutuhan dalam mencukupi tumbuh kembang anak menjadi sangat sulit dipenuhi.

Iffah mengingatkan bahwa Indonesia berada di situasi krisis ekonomi. Kata dia, indikasinya terlihat dari melemahnya nilai tukar rupiah, melambungnya harga bahan pangan, dan meningkatkan jumlah pengangguran.

"Ekonomi bangsa juga memburuk akibat semakin besarnya utang luar negeri yang mengarah pada kebangkrutan negara," ujarnya saat mengisi diskusi 'Sebab, Dampak dan Solusinya Bagi Perempuan dan Keluarga Indonesia' di Jakarta pada Kamis, (17/9).

Ia menilai kondisi itu memiliki pengaruh langsung kepada pertumbuhan anak di Indonesia. Menurutnya, jumlah keluarga miskin bertambah banyak sehingga jutaan perempuan dan keluarga Indonesia akan merasakan dampaknya. "Mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar secara layak, termasuk memberikan kecukupan gizi bagi anak-anaknya," katanya.

Lebih lanjut, Iffah mengatakan, sistem ekonomi yang berlaku di Indonesia saat inilah yang dituding sebagi dalang atas krisis ekonomi. Menurutnya, sistem ekonomi tersebut hanya melahirkan krisis ekonomi secara berkelanjutan. "Karena tidak memiliki mekanisme distribusi yang adil, sistem ekonomi kapitalis juga telah memiskinkan puluhan juta rakyat, termasuk perempuan Indonesia," ujarnya.

Sedangkan salah satu pembicara, Estiningtyas merasa perubahan bisa dilakukan dari kalangan ibu-ibu guna mencegah krisis. Ia mengatakan, langkah pertama bisa dengan menciptakan pemahaman tentang perubahan sistem ekonomi. "Kongkretnya dari mulai mengaji di majelis taklim. Itu satu poin dalam sebuah perubahan sistem," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement