Rabu 16 Sep 2015 20:31 WIB
Rupiah Melemah

Rupiah Hampir Rp 15 Ribu, Pengusaha: Ini Mengerikan

Rep: Sapto Andika/ Red: Ilham
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah di atas Rp 14 ribu.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah di atas Rp 14 ribu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha menjadi salah satu pihak yang paling merasakan dampak pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Kondisi ini makin mengkhawatirkan setelah nilai tukar rupiah mendekati angka Rp 15 ribu.

Pada Rabu (16/9), nilai tukar rupiah ditutup di kisaran Rp 14.450 per dolar AS.

Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo menyebut, kondisi ini semakin menakutkan bagi para pengusaha, termasuk pengusaha properti. Dia mengaku sempat ada harapan agar rupiah bisa membaik akhir tahun ini.

Kenyataan itu mengharuskan Eddy untuk mengingatkan kepada pengusaha lain untuk waspada. "Saya lihatnya mengerikan. Udah dekat 15 ribu. Kita tadinya berharap enggak akan naik lagi. Paling tidak tahun depan membaik. Tapi ternyata saat ini masih naik. Artinya kita harus tetap waspada. Terutama kami ini industri juga yang banyak pakai bahan impor, kondisi ini sangat terasa," ujarnya, Rabu (16/9).

Eddy menyebut, apabila benar rupiah menyentuh angka Rp 15 ribu, maka hal tersebut menjadi sinyal bahwa ekonomi Indonesia masuk ke dalam level bahaya. Dia berharap agar pemerintah bisa segera membuat kebijakan strategis untuk bisa meredam kondisi ini. "Angka-angka ini sudah bahaya. Kita harapkan jangan sampai menyentuh 15 ribu," katanya.

Eddy menilai, dengan kondisi seperti saat ini sudah bukan saatnya saling mmenyalahkan. Yang ada, lanjutnya, masyarakat harus mendukung kebijakan pemerintah agar menciptakan iklim ekonomi yang kondusif. Eddy mengaku masih memiliki keyakinan bahwa ekonomi Indonesia akan membaik tahun 2016 mendatang.

"Bukan hanya pemerintah, seluruh masyarakat harus mendorong. Karena kalau udah begini nanti yang hancur bareng-bareng," ujarnya.

Dampak bagi industri properti sendiri, tambah Eddy, sangat terasa dari segi penjualan. Eddy bahkan menyebut, penurunan penjualan bisa mencapai 70 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 lalu. Eddy menilai kondisi ini diakibatkan daya beli masyarakat yang praktis anjlok.

"Dampak kita semakin kesulitan dalam hal produksi. Termasuk pengembang akan semakin berat dari segi pembiayaan," katanya.

Kondisi ini, kata dia, akan pengaruh ke masyarakat sebagai konsumen. Daya beli mereka akan anjlok. "Dan kita takut nya akan pengaruh kepada perbankan. Apalagi kalau SBI dinaikkan lagi. Akan susah bagi industri dan masyrakat."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement