Rabu 16 Sep 2015 07:07 WIB

Dua Investor Batal Kelola Nikel PT Vale

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Esthi Maharani
Para investor melakukan pengurusan perijinan usaha pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat saat peresmian di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin (26/1). ( Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Para investor melakukan pengurusan perijinan usaha pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat saat peresmian di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin (26/1). ( Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- PT Yinyi dan PT SMS membatalkan kerjasama pengelolaan biji nikel kadar rendah pada wilayah kontrak karya PT Vale Indonesia. Alasannya, harga nikel anjlok sehingga tidak lagi menjanjikan secara ekonomi.

Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Gunawan Palaguna mengaku kecewa atas pembatalan kerjasama tersebut. Terlebih proses penjajakan sudah berlangsung cukup lama, sejak delapan bulan terakhir.

"Alasannya harga nikel anjlok sehingga mereka membatalkan kerjasama ini," ungkap Gunawan, usai rapat bersama PT Vale Indonesia, PT Nyinyi, dan PT SMS, Selasa (15/9).

Gunawan mengungkapkan, kedua investor tersebut diberikan nikel kadar rendah 1,3 persen, tetapi tidak ada kesepakatan. Permintaan pengelolaan nikel dengan kadar 1,8 persen juga tidak bisa dipenuhi PT Vale karena kesepakatan awal memang pengelolaan nikel dengan kadar rendah atau dibawah 1,6 persen.

Terpisah, Sekretaris Dinas Pertambangan Energi, dan Sumber Daya Mineral Sulsel Syamsul Bahri menjelaskan, ‎terdapat tiga persoalan sehingga tidak ada kesepakatan untuk pengelolaan nikel berkadar rendah antara kedua investor dengan PT Vale. Di antaranya, kedua investor ingin menambang sendiri di dalam wilayah kontrak karya PT Vale. Hal tersebut tentu saja tidak bisa dilakukan karena bertentangan dengan undang-undang.

"Sejak awal kesepakatannya adalah kerjasama pengelolaan nikel berkadar rendah atau dibawah 1,6 persen. Investor ini cukup membangun industri atau pabriknya, PT Vale yang akan menyuplai materialnya. Karena nikel dengan kadar dibawah 1,6 persen ini memang sudah tidak dipakai oleh Vale," ungkap Syamsul

Masalah lain, kata Syamsul, tidak ada kesepakatan dalam hal organisasi. Dua investor ini diharuskan bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah daerah, namun hal tersebut tidak terjadi hingga saat ini.

‎Syamsul menilai, harga nikel yang anjlok saat ini tidak tepat dijadikan alasan kedua investor tersebut untuk membatalkan kerjasama. Mengingat harga nikel memang fluktuatif.

"Harga nikel itu memang naik turun. Sekarang bisa saja anjlok, tapi ke depan pasti naik lagi. Jadi, saya rasa itu bukan alasan. Tapi saya yakin ada banyak investor yang tertarik mengelola nikel berkadar rendah ini," papar Syamsul.

Sementara, pihak PT Vale Indonesia, PT Nyinyi, dan PT SMS, yang berusaha dikonfirmasi terkait pembatalan kerjasama tersebut enggan berkomentar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement