REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Perlambatan ekonomi nasional terus memakan korban. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) berlanjut di sejumlah daerah di Jawa Tengah.
Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Provinsi Jawa Tengah, tercatat telah terjadi PHK terhadap 1.305 orang karyawan.
“Jumlah ini terhitung pada periode Februari hingga Agustus 2015 lalu,” ungkap Kepala Disnakertransduk Provinsi Jawa Tengah, Wika Bintang, Ahad (13/9).
Ia mengatakan, manufaktur merupakan sektor yang paling terdampak cukup parah oleh kondisi perekonomian Indonesia seperti sekarang ini.
Khususnya industri tekstil, garmen (konveksi) maupun plastik. Persoalan kian bertambah rumit manakala nilai tukar rupiah atas dolar AS juga tak kunjung positif.
Buntutnya, beban industri pun semakin bertambah berat. Dalam kondisi ini PHK karyawan menjadi opsi ‘terbaik’ dari yang terburuk.
Disnakertransduk juga mencatat, daerah dengan PHK terbesar terjadi di wilayah Solo Raya. Berikutnya diikuti oleh Kota Semarang. Dari jumlah karyawan yang telah di PHK ini, Solo Raya tercatat ‘menyumbang’ sekitar 40 persen dan Kota Semarang mencapai 30 persen.
“Sisanya, angka PHK karyawan ini dibagi merata oleh sejumlah kabupaten/kota lainnya, yang ada di Provinsi Jawa Tengah,” tegasnya.
Dalam situasi perekonomian yang masih tak menentu ini, tambah Wika, gelombang PHK ini bahkan masih akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. Diperkirakan masih ada sekitar 1.185 karyawan di Jawa Tengah yang bakal ter-PHK pada periode Agustus hingga beberapa bulan ke depan.