REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengatakan utang luar negeri Indonesia, khususnya sektor swasta perlu diwaspadai. Jika tidak bisa dikendalikan, bukan tidak mungkin bisa menimbulkan gejolak perekonomian.
"Utang luar negeri swasta menurut saya sudah dalam posisi rentan. Karena risiko pasarnya tinggi," kata Ichsanuddin kepada Republika.
Dia menjelaskan, utang swasta rentan karena kebanyakan pinjamannya dalam bentuk dolar AS dan dolar Singapura. Risiko tinggi karena valuta asing seperti dolar AS terus mengalami penguatan.
"Risiko pasar itu kan bisa dilihat dari nilai tukar dan suku bunganya," kata dia.
Selain itu, tambahnya, masih ada banyak perusahaan yang belum melakukan lindung nilai (hedging). Kondisi ini akan membuat perusahaan yang tidak memiliki penerimaan dalam bentuk dolar AS, akan terbebani dengan depresiasi rupiah. Utang bakal membengkak.
Berdasarkan data Bank Indonesia,utang luar negeri (ULN) Indonesia per triwulan II 2015 mencapai 304,3 miliar dolar AS. ULN didominasi sektor swasta sebesar 169,7 miliar dolar AS atau 55,8 persen dari total ULN. Sedangkan ULN sektor publik tercatat 134,6 miliar dolar AS atau 44,2 persen dari total ULN.
Singapura menjadi negara pemberi pinjaman terbesar kepada sektor swasta. Jumlahnya mencapai 59,1 miliar dolar AS. Ichsanuddin menyebut, Singapura memang sengaja memberi pinjaman besar-besaran kepada Indonesia. "Singapura memang ingin mencengkram perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia," ujarnya.