Ahad 06 Sep 2015 22:36 WIB

IPI: Operator Minyak Harus Gunakan Pipa Buatan Indonesia

Petugas melakukan penggantian pipa pengeboran minyak. (ilustrasi) Republika/Raisan Al Farisi)
Petugas melakukan penggantian pipa pengeboran minyak. (ilustrasi) Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian People's Institute (IPI) mengingatkan SKK Migas dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) agar seluruh operator minyak, baik asing maupun lokal untuk menggunakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bagi pengadaan pipa pengeboran minyak di Indonesia.

Direktur IPI, Yusuf Lakaseng juga meminta Kementerian ESDM agar lebih selektif dalam pemberian masterlist untuk barang impor pendukung eksplorasi dan produksi migas. "Berdasarkan hasil penelitian Indonesian People's Institute regulasi terhadap industri dalam negeri sebenarnya sudah amat lengkap, hanya law enforcement terhadap peraturan ini yang masih sangat kurang," ujar Yusuf dalam keterangannya, Ahad (6/9).

IPI, kata Yusuf, juga meminta Direktorat Bea dan Cukai untuk tegas dalam melakukan law enforcement terhadap pipa-pipa baja impor. "Seperti diketahui pipa pengeboran minyak dalam ukuran tertentu sudah dapat diproduksi di dalam negeri tidak perlu impor pipa pengeboran lagi," tegasnya.

Yusuf mencontohkan, Chevron di Riau selama 20 tahun menggunakan pipa buatan dalam negeri. Hal itu, kata dia, patut diberi apresiasi sebagai perusahaan asing yang taat peraturan.

Pihaknya meminta Pertamina EP (eksplorasi dan Produksi) agar menjadi panutan bagi operator minyak yang lain dalam hal penggunaan produksi dalam negeri. Sesuai kebijakan pemerintah, kata Yusuf, Menteri Perindustrian Saleh Husein telah mengirimkan surat edaran kepada Kementerian ESDM, SKK Migas,serta Kementerian BUMN untuk menggunakan produk nasional khususnya pipa baja dalam negeri.

Apalagi, kata dia, Presiden Jokowi beberapa bulan lalu dengan tegas sudah menginstruksikan agar setop impor pipa baja, dengan keadaan rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS. Menurut Yusuf, rupiahakan semakin terpuruk jika kita harus terus impor kebutuhan dalam negeri yang sebenarnya sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement