Jumat 04 Sep 2015 06:15 WIB

Bank Indonesia: Indonesia Masih Jauh dari Krisis

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS makin terpuruk hingga menembus Rp 12.800.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS makin terpuruk hingga menembus Rp 12.800.

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Pejabat Bank Indonesia meminta semua pihak agar tidak menyamakan kondisi melemah nilai tukar rupiah dengan Indonesia dalam kondisi krisis ekonomi.

"Indonesia masih jauh dari krisis, kondisi melemah nilai tukar rupiah tidak serta merta krisis, ada banyak faktor jika krisis ekonomi, tidak fair jika hanya menilai dari nilai tukar rupiah saja," kata Kepala Grup Riset Ekonomi Direktorat Kebijakan Ekonomi Bank Indonesia (BI), Yoga Affandi, di Bengkulu, Kamis (3/9).

Menurutnya, negara dikatakan krisis ekonomi, jika pertumbuhan perekonomian anjlok, inflasi tidak terkendali, harga mata uang jatuh, serta terjadi kekacauan politik, hukum, dan keamanan. "Sedangkan kita, pertumbuhan ekonomi masih positif walau mengalami perlambatan, begitu juga inflasi, kita yakin akhir tahun inflasi sesuai target yakni empat plus minus satu," kata dia lagi.

Pelemahan nilai tukar rupiah kali ini, kata Yoga lagi, lebih disebabkan faktor eksternal, karena kondisi perekonomian global yang belum pulih. Cina yang merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor komoditas yang dihasilkan Indonesia, menerapkan kebijakan devaluasi mata uang, sehingga berpengaruh terhadap harga dan permintaan komoditas.

Sedangkan kondisi perekonomian Amerika Serikat sedang tumbuh positif, dan terjadi penguatan mata uang, pengaruh tersebut tidak hanya dirasakan oleh Indonesia, tetapi hampir seluruh negara di dunia. "Kita menyebutnya fenomena kali ini yakni super dolar, terjadi penguatan yang cukup signifikan, bahkan ringgit Malaysia lebih merosot dari kita," katanya pula.

Tiga siklus global yang dihadapi Indonesia saat ini hendaknya ditanggapi berbagai pihak dengan cermat, dan tidak menyebarkan isu yang membuat kecemasan ekonomi, ujar dia. "Siklus yang kita harus hadapi, yakni pertumbuhan ekonomi global, problem harga komoditas, serta siklus finansial. Memang berat, tapi kita yakin bisa bertahan," ujarnya.

Menurut dia, bahkan Indonesia jauh lebih baik nilai tukar mata uangnya, jika dibandingkan dengan Brasil, Meksiko, Afrika Selatan, Turki maupun Malaysia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement