REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam salah satu tuntutannya dalam unjuk rasa hari ini, buruh berharap pemerintah meningkatkan upah minimal sebesar 22 persen pada 2016. Pemerintah pun masih terus melakukan langkah-langkah terkait permintaan kenaikan upah minimun tersebut.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Hanief Dhakiri mengakui pemerintah memang belum bisa mengabulkan salah satu tuntutan buruh tersebut.
Sebab, pemerintah masih mencari formula yang tepat dalam menyikapi rencana kenaikan gaji minimum sebesar 22 persen tersebut pada tahun depan.
Pemerintah masih akan menggelar sejumlah dialog untuk bisa mencari formula yang tepat dalam memenuhi kenaikan upah sebesar tersebut.
Namun, ia menjelaskan dalam upaya menaikan upah, pemerintah setidaknya harus bisa memberikan dua kepastian, yaitu kepada buruh itu sendiri dan dunia usaha.
''Jadi tidak benar upah baru naik tiap lima tahun sekali. Jadi pemerintah sendiri berpikiran, upah pekerja harus naik tiap tahun,'' kata Hanief usai mengikuti pertemuan dengan perwakilan serikat buruh di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (1/9).
Sementara kepastian untuk dunia usaha terkait dengan besaran kenaikan gaji tiap tahun tersebut. Kenaikan gaji itu, kata Hanief, sifatnya harus bisa diprediksi.
''Kami membutuhkan formula untuk memastikan kenaikan upah ini sifatnya predictable, sehingga tidak mengganggu perencanaan keuangan perushaan,'' ujarnya.
Terkait hasil pertemuan dengan perwakilan serikat buruh, Hanief mengungkapkan, pertemuan ini memang tidak berpretensi untuk memenuhi segenap tuntutan yang diajukan buruh.
Tapi lebih kepada menyamakan pemahaman dalam menilai setiap kebijakan yang diambil pemerintahan dalam hal-hal perburuhan, termasuk mengenai pengaruh kondisi ekonomi saat ini.
Kendati begitu, Hanief mengungkapkan, pemerintah akan terus berupaya mencari langkah-langkah untuk terus mensejahterakan buruh.
''Pada prinsipnya, pemerintah tentu mendengar dan memperhatikan semua tuntutan yang disampaikan,'' katanya.