REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melemahnya nilai tukar rupiah sepanjang pekan kemarin masih menjadi penghalang laju pasar obligasi untuk dapat berbalik menguat.
Tekanan aksi jual masih dirasakan pasar obligasi dan bahkan lebih tinggi dari pekan sebelumnya yang terlihat pada lonjakan yield atau imbal hasil untuk berbagai tenor.
"Kepercayaan diri pelaku pasar tampaknya masih rendah untuk kembali masuk dan memborong sejumlah obligasi, baik pemerintah maupun korporasi meski harga beberapa obligasi tersebut telah di bawah par-nya," ujar kepala riset PT NH Korindo Securities Reza Priyambada, Ahad (30/8) malam.
Belum adanya keputusan kapan bank sentral AS the Fed menaikkan suku bunga acuan pada rapat FOMC memberikan ketidakpastian baru. Apalagi di pekan kemarin Cina merilis penurunan suku bunga yang berdampak pada devaluasi mata uang Yuan.
"Kondisi yang adanya pun di pekan kemarin kurang lebih sama, maraknya sentimen negatif membuat pelaku pasar cenderung melakukan aksi jual nya," kata dia.
Pelemahan di pasar obligasi tak terhindarkan yang terlihat dari pergerakan tenor yang cenderung meningkat hampir di seluruh tenor. Tidak hanya pada obligasi pemerintah, pada obligasi korporasi laju yield cenderung meningkat tipis.
Dari sisi makroekonomi, laju pasar obligasi kali ini dipengaruhi kondisi dalam negeri terutama berupa pelemahan nilai tukar rupiah dan belum adanya sentimen positif dari dalam negeri.
Kenaikan yield rata-rata terbesar diraih oleh obligasi tenor pendek (1-4 tahun) yang mengalami kenaikan rata-rata yield 16,90 basis poin (bps), tenor menengah (5-7 tahun) mengalami kenaikan yield sekitar 11,63 bps. Kemudian tenor panjang (8-30 tahun) mengalami kenaikan yield hingga 16,19 bps.