Jumat 28 Aug 2015 19:10 WIB
Rupiah Melemah

Indonesia Dihantui Krisis, Kemenker: PHK Pekerja Jalan Terakhir

Rep: C02/ Red: Karta Raharja Ucu
phk (ilustrasi)
Foto: cbc.ca
phk (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) terus bertambah. Kementerian Ketenagakerjaan mengungkapkan jumlah pekerja yang di-PHK kini mencapai 26.605 orang.

Direktur Jenderal bidang Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos), Haiyani Rumondang mengatakan 26.605 pekerja yang di-PHK itu berasal dari enam provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Kebanyakan mereka di PHK dari sektor tekstil, garmen dan lainnya. 

“Data yang kita terima dari Kepala Dinas jumlah PHK sudah mencapai 26.605 orang di enam provinsi,” kata Haiyani kepada ROL, Jumat (28/8).

Agar jumlah pekerja yang di-PHK tidak bertambah, Haiyani menyebutkan Kemenaker sudah mengambil beberapa langkah. Langkah pertama kata dia, Kemenaker sudah melakukan rapat koordinasi dengan kepala dinas di pusat dan daerah.

Kemenaker, kata dia, juga meminta diaktifkan kembali lembaga kerja sama dan partisipatif di perusahaan-perusahaan. Selain itu koordinasi lintas instansi atau unit dan komunikasi antar stakeholder juga harus diaktifkan.

Artinya, menurutnya, PHK bisa menjadi jalan terakhir untuk efisiensi anggaran. “PHK itu jalan terakhir, jangan ditempuh dulu,” ujar Haiyani.

Ia berpendapat, masih banyak cara lain untuk menjadikan PHK sebagai solusi terakhir saat ekonomi nasional tidak membaik. Pertama, kata Haiyanai, perusahaan harus memperkuat komunikasi partisipatif internal. Jika terjadi hal-hal yang terkait dengan efisien, menurutnya, perusahaan dapat membicarakannya dengan pekerja.

Tidak hanya soal PHK, perusahaan-perusahaan juga bisa membicarakan dampak ekonomi dan mencari solusi yang baik. Selain itu menurut Haiyani, perusahaan bisa melakukan pemotongan biaya di level manajer menengah ke atas. Sehingga bisa mengurangi beban perusahaan dan biaya-biaya tersebut bisa digunakan untuk penambahan biaya kerja. “Jadi tidak langsung di-PHK,” kata Haiyani.

Terkait himbauan ini, Kemenaker sudah menyurati industri-industri terkait. Terutama di beberapa sektor yang banyak melakukan PHK terhadap pekerjanya.  Untuk para pekerja, Haiyani menyarankan agar kembali melakukan pembicaraan yang intens dengan perusahaan.

Jika pekerja tersebut tergabung dalam Serikat Pekerja. Serikatnya bisa menjadi sarana agar pembicaraan lebih efektif dan efisien.

Ia juga menyarankan, isu anjloknya rupiah dan lemahnya ekonomi jangan dijadikan alasan ketakutan terhadap PHK. Pekerja bisa membicarakan ketakutan tersebut kepada lembaga-lembaga terkait dan mencari solusi yang baik.

“Dengan begitu mungkin saja ada hal-hal dan solusi yang bagus. Akhirnya perusahaan tidak perlu mengambil kebijakan PHK,” saran Haiyani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement