Kamis 27 Aug 2015 06:06 WIB
Rupiah terpuruk

BI: Beri Batas Psikologis Rupiah Merupakan Penyakit Irasional

 Petugas sedang melayani penukaran uang di Jakarta, Selasa (25/8).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Petugas sedang melayani penukaran uang di Jakarta, Selasa (25/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Deddy Zulverdi menilai ilusi level nilai tukar dengan memberikan batas-batas psikologis rupiah pada level tertentu merupakan 'penyakit' irasional.

"Ini memang penyakit yang irasional. Karena, ketika nilai tukar melemah dari Rp 9.500 ke Rp 9.600 per dolar AS, itu Rp 100 naiknya atau kalau secara persen sekitar 1-1,1 persen, kita tenang-tenang aja. Tapi ketika nilai tukar melemah dari Rp 9.975 menjadi Rp 10 ribu per dolar AS, naik Rp 25 atau 0,1-0,2 persen, orang langsung panik," ujar Doddy dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (26/8) malam.

Begitu pula ketika rupiah terus bergerak naik dari Rp10.000 per dolar AS hingga kini mencapai Rp 14 ribu per dolar AS, menurut Doddy, orang-orang mencari batas-batas psikologis baru yang sebenarnya tidak rasional. "Yang kita kalkulasikan persentasenya, hubungannya dengan cost dan yang lain. Masalah irasionalitas ini kemudian menimbulkan kesulitan tersendiri bagi BI," kata Doddy.

Doddy melanjutkan, di saat batas-batas psikologis itu muncul, bank sentral yang seharusnya tidak perlu merespons dalam bentuk intervensi pun akhirnya melakukan.

Dia juga menekankan pentingnya menjaga sentimen positif di dalam negeri kendati di sisi lain sentimen negatif dari ekonomi global sulit untuk dilawan. Sentimen negatif sendiri dialami semua negara, jadi tidak spesifik hanya di Indonesia.

"Jadi ini penting sekali bagaimana kita mengaitkan, menjaga confidence dan menghilangkan irasionalitas yang tidak perlu itu tadi. Dibandingkan dengan negara lain, pelemahan kita tidak terlalu buruk," ujar Doddy.

Berdasarkan kurs JISDOR BI pada Rabu rupiah kembali melemah menjadi Rp 14.102 per dolar AS dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.067 per dolar AS.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement