Rabu 26 Aug 2015 12:36 WIB

Pengusaha Tekstil Tolak Perpanjangan Tarif Polyester

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Industri tekstil, ilustrasi
Foto: Antara
Industri tekstil, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) keberatan terhadap rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dalam sunset review atas impor polyester staple fiber (PSF). Pasalnya hal ini dapat merugikan industri benang dan hilir tekstil dalam negeri.

Sekretaris Eksekutif API EG Ismy mengatakan, KADI akan merekomendasikan perpanjangan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor PSF dari India, Cina, dan Taiwan. Selain itu, KADI juga mengenakan BMAD terhadap lima produsen dari Cina yang tidak terbukti dumping pada penyelidikan awal sebesar 5,06 persen sampai dengan 17,58 persen.

"Penyelidikan awal ini terasa janggal karena bertentangan dengan Pasal 34/2011 dan Permendag 76/M-DAG/PER/12/2015, serta ketentuan WTO," ujar Ismy di Jakarta, Rabu (26/8).

Ismy menjelaskan, dalam Anti Dumping Agreement telah mensyaratkan dengan tegas bahwa penyelidikaan anti dumping harus segera diakhiri dan tidak dapat dilakukan terhadap produsen yang tidak terbukti dumping, atau de minimis pada penyelidikan awal. Menurut Ismy, tindakan yang dilakukan KADI dapat memberikan implikasi ketidakpastian berusaha dan investasi di Indonesia.

Tak hanya itu, hal tersebut juga dapat menyebabkan retaliaasi dari negara-negara tujuan ekspor Indonesia dengan melakukan hal yang sama terhadap produsen di Indonesia yang tidak terbukti dumping. Ismy mengatakan, penerapan BMAD selama periode lima tahun yakni sejak 2010-2015 telah memberikan proteksi yang cukup kepada industri dalam negeri untuk memulihkan kerugian yang diderita.

"Tindakan KADI ini dapat menganggu ekspor benang kita ke Cina dan tidak menutup kemungkinan ada potensial loss sekitar 500 juta dolar AS," kata Ismy.

Ismy mengatakan, API mencatat bahwa pemohon dan produsen PSF di dalam negeri telah melakukaan ekspansi kapasitas secara signifikan selama periode penerapan BMAD. Hal ini membuktikan bahwa industri dalam negeri tidak lagi mengalami kerugian, sehingga penerapan BMAD tidak perlu diperpanjang.

Produsen PSF di Indonesia umumnya terintegrasi secara vertikal dengan cabang industri tekstil lainnya, khususnya dengan fasilitas produksi benang. Perpanjangan pengenaan BMAD atas impor PSF akan menyulitkan bagi produsen benang lokal yang tidak memiliki fasilitas produksi PSF. Dengan demikian akan sangat sulit bagi mereka untuk bersaing dengan perusahaan yang sudah terintegrasi secara vertikal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement