Selasa 25 Aug 2015 20:03 WIB
Rupiah Melemah

Nilai Rupiah Terus Merosot, Ini Kata Presiden Jokowi

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Bayu Hermawan
Sidang Tahunan MPR. Presiden Joko Widodo bersama istri Iriana Jokowi usai menghadiri Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2015 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/8).
Foto: Republika/ Wihdan
Sidang Tahunan MPR. Presiden Joko Widodo bersama istri Iriana Jokowi usai menghadiri Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2015 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/8).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah terus mengupayakan penyerapan anggaran APBN, APBD dan BUMN guna menyikapi nilai tukar Rupiah yang terus merosot. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Bank Indonesia sudah berusaha keras mengeluarkan instrumen- instrumen agar Rupiah kembali menguat.

Jokowi pun menyatakan, Menko Ekonomi dan Menteri Keuangan juga sudah berusaha dengan melakukan deregulasi, memotong izin agar lebih sederhana juga mengeluarkan regulasi penguatan finansial.

"Tetapi, kita juga harus sadar ini bukan hanya masalah internal. Tetapi juga ada faktor eksternal yang cukup banyak dan saling terkait dan mempengaruhi," tegasnya saat dikonfirmasi penurunan nilai tukar Rupiah, di sela acara Munas IX MUI, Selasa (25/8).

 

Faktor eksternal ini, jelas Presiden, antara lain meliputi krisis di Yunani, kenaikan suku bunga di Amerika, deferensiasi Yuan di China serta guncangan ekonomi lain negara lainnya. Tetapi, hingga saat ini uang di APBN yang masih dipegang mencapai Rp 460 triliun lebih. Ini akan terus didorong agar serapannya lebih tinggi lagi.

 

Selain itu juga APBD di BI juga masih ada Rp 273 triliun. Bahkan Presiden juga telah menyampaikan kepada para gubernur untuk merealisasikan program agar serapannya terus meningkat. Pun demikian di BUMN saat ini juga masih ada Rp 130 triliun yang harus segera dibelanjakan.

"Ini juga yang harus didorong terus. Uang kita masih ada dan banyak, serapannya yang harus terus ditingkatkan," tegasnya.

Sementara untuk pihak swasta, Jokowi juga meminta agar berani melakukan terobosan. Hal ini semata- mata dilakukan agar jangan sampai ikut arus psikologis untuk mengikuti irama perlambatan ekonomi.

 

"Oleh karena itu, saya juga minta berita- berita di media massa harus ikut menumbuhkan optimisme. Jangan memunculkan yang sebaliknya, pesimis," katanya.

Sebaliknya, ia juga menekankan agar dilakukan deregulasi besar- besaran. Apa yang bisa disederhanakan di sederhanakan dan apa yang menghambat segera dipotong.

"Saya kira cara-cara seperti itu akan bisa memotivasi semuanya. Jangan justru kena arus pesimis," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement