Selasa 25 Aug 2015 14:28 WIB

Dua Skenario Masa Depan Rupiah

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Djibril Muhammad
Rupiah
Foto: Antara
Rupiah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melemahnya rupiah saat ini membuat banyak kalangan khawatir. Sampai kapan rupiah akan terdepresiasi pun tidak ada pihak yang bisa memastikannya. Namun ada dua skenario yang mungkin bisa menjadi masa depan rupiah.

Pertama skenario positif, yang bisa terjadi apabila The Fed jadi menaikkan tingkat suku bunga pada September ini sesuai perkiraan pasar.

"Kemudian apabila perang mata uang seperti devaluasi Yuan dan Dong tidak berlanjut, maka kejatuhan rupiah kita harap bisa berhenti," ucap pengamat pasar uang Farial Anwar kepada ROL, Senin (24/8).

Tak hanya faktor eksternal seperti di atas, faktor internal di dalam negeri pun harus mendukung perbaikan kondisi rupiah. "Pemerintahan yang baru dirombak (//reshuffle//) jangan lagi melanjutkan perseteruan dalam kabinetnya," kata Farial.

Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian yang dipegang Darmin Nasution, Bambang Brodjonegoro sebagai Menteri Keuangan, dan Agus Martowardojo sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) menempatkan mereka pada perannya masing-masing.

Ketiganya dinilai sangat paham mengenai permasalahan sektor fiskal dan bekerjasama mengeluarkan kebijakan untuk bisa menenangkan pasar. Mereka bisa mendorong government spending yang selama ini masih menjadi problem.

Farial menyebut pertumbuhan ekonomi melorot karena pengeluran pemerintah yang tersendat. Menteri-menteri belum mampu menyusun anggarannya dengan baik. "Kalau memang mereka mampu menghadirkan kebijakan-kebijakan yang positif, saya perkirakan pelemahan rupiah akan berkurang," ucapnya.

Salah satu kebijakan yang bisa dilakukan adalah menggunakan cadangan devisa semaksimal mungkin untuk mengerem kejatuhan rupiah. Saat ini, kata Farial, cadangan devisa Indonesia di atas 100 miliar dolar AS.

"Dengan kebijakan ini, diharapkan dolar akan turun dan rupiah akan menguat menjadi sekitar Rp 13.500-Rp 13.600," ujarnya.

Skenario kedua, yakni skenario negatif. Kemungkinan ini terjadi apabila The Fed memundurkan rencana kenaikan tingkat suku bunga. Ditambah lagi perang mata uang dan kejatuhan pasar modal terus berlangsung. Kondisi rupiah akan semakin terpuruh apabila di dalam Tanah Air sendiri kabinet masih berseteru.

"Kalau terus berlanjut, dampak akan sangat negarif pada nilai tukar kita karena pasar tidak akan percaya pemerintah bisa memberikan ekonomi lebih baik dan mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Farial.

Kerja sama dengan BI pun akan terganggu karena fiskal tidak berjalan baik. Namun dia berharap skenario kedua ini tidak terjadi pada mata uang Garuda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement