REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai PT Pertamina (persero) menjual gas elpiji ukuran 12 kg dengan harga yang tak wajar. ICW merilis, tahun ini masyarakat secara rata-rata mengalami kerugian Rp 122 miliar per bulan akibat harga gas elpiji 12 kilogram (kg) yang dijual PT Pertamina (Persero) lebih mahal dari harga keekonomian.
ICW menghitung, harga jual gas elpiji 12 kg untuk periode Agustus 2015 saja lebih mahal Rp 30.000 per tabung. Secara rata-rata selama delapan bulan dari Januari 2015 hingga Agustus 2015, harga jual elpiji 12 kg lebih mahal Rp 19.565 per tabungnya.
"Dengan asumsi tingkat konsumsi elpiji 12 kg sebanyak 75 ribu metrik ton (MT) per bulan, maka secara keseluruhan kerugian masyarakat Rp 122,282 miliar per bulannya,"kata Koordinator Divisi Research ICW Firdaus Ilyas di Sekretariat ICW, Jakarta, Kamis (20/8).
Sementara itu, sambung Firdaus, total kerugian masyarakat selama delapan bulan terakhir jika dijumlahkan bisa mencapai Rp978,26 miliar. Sebab, mengacu pada rumus perhitungan harga keekonomian elpiji, harga kewajaran selama delapan bulan terakhir fluktuatif di kisaran Rp 9.382 hingga Rp 10.451 per kg.
Sehingga, kerugian yang dialami masyarakat pun fluktuatif di angka Rp 53,7 miliar hingga Rp 183,85 miliar.
"Coba anda bayangkan, di rumah kita sebulan menggunakan elpiji sebanyak dua kali. Maka dampak inflasi akan lebih besar di sektor rii. Apakah ini dipahami oleh Pertamina?," lanjutnya.
Sekadar informasi, perhitungan harga keekonomian elpiji mengacu pada harga kontrak Aramco (CP Aramco) untuk bulan berjalan, dengan rumus: harga patokan+margin agen+PPN. Sementara mekanisme harga patokan elpiji dihitung dengan rumus: CP Aramco+USD68,64/MT+1,88% CP Aramco+Rp1.750/kg.