Rabu 19 Aug 2015 19:34 WIB

Ketertarikan Investor Pada Indonesia Masih Terkendala

Rep: Risa Herdahita Putri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Para investor melakukan pengurusan perijinan usaha pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat saat peresmian di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin (26/1). ( Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Para investor melakukan pengurusan perijinan usaha pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat saat peresmian di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin (26/1). ( Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RAM Rating, lembaga survey yang berbasis di Malaysia mengklaim ekonomi Indonesia akan berkembang empat sampai lima persen tahun ini. Dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang hampir mendekati 900miliar dolar AS juga populasi usia muda yang besar, perekonomian Indonesia adalah yang terbesar di ASEAN.

"Investor global dan regional semakin tertarik untuk mendapatkan informasi lebih jauh dan berpartisipasi dalam pasar keuangan Indonesia," kata Kepala Deputi Eksekutif RAM, Denise Thean, di Jakarta, Kamis (19/8).

Meski harus menghadapi tantangan jangka pendek, ia mengatakan, Indonesia telah membuktikan diri berhasil keluar dari krisis keuangan Asia 1997/1998 dan global pada tahun 2008/2009. Indonesia sudah membuat langkah besar dalam memperkuat kerangka ekonomi makro.

"Ekonomi nasional telah menunjukkan performa sangat baik selama dekade terakhir," lanjutnya.

Di sini ia mengatakan, Indonesia merupakan komponen kelas berat yang penting dalam menentukan keberhasilan skema ambisius Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dalam hal ini, RAM memberikan Indonesia sovereign rating gBBB2(pi) atau stabil untuk tingkat investasi skala global. Sementara, di tingkat ASEAN, Indonesia mendapat peringkat tertinggi keempat dengan rating seaAA3(pi).

"Peringkat ini berarti beban utang pemerintah rendah, prospek pertumbuhan menguntungkan bagi negara, juga pengelolaan fiskal yang cukup bijaksana," jelas Thean.

Ia mengungkapkan, cara pemerintah dalam mengelola utang cukup konservatif, hingga nilai utang menurun. Sementara pengurangan beban utang ini membuat pengambilan kebijakan menjadi lebih leluasa.

"Defisit fiskalnya baik, meski melampaui target 1,9 persen, tetap tidak lebih dari batas yang ditentukan, yaitu tiga persen," ungkapnya.

Meski begitu, tetap saja Indonesia masih memiliki tantangan yang akan menghambat laju pertumbuhan ekonominya. Itu antara lain tingginya ketergantungan Indonesia terhadap ekspor komoditas. Tidak hanya itu, pendapatan per kapita masyarakatnya pun masih terbilang rendah dan hanya lebih sedikit dibanding India dan Filipina.

Thean juga menyebut kemacetan infrastruktur yang cukup signifikan membuat pertumbuhan ikut melambat. Adapun ia menilai di Indonesia kemudahan untuk berbisnis masih sulit didapat.

"Ini terkait soal birokrasi dan ketetapan hukum yang menyulitkan," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement