Senin 17 Aug 2015 16:47 WIB

PDB Riil Jepang Melemah, ini Penyebab Utamanya

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Bank of Japan
Foto: wadsam.com
Bank of Japan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) riil Jepang pada kuartal kedua turun menjadi 1,6 persen secara kuartalan (qtq) pada kuartal kedua 2015 dibandingkan kuartal sebelumnya 4,5 persen.

Kepala Ekonom IHS Global Insight Harumi Taguchi, mengatakan, faktor utama di balik kelemahan itu adalah penurunan belanja konsumen dan ekspor, yang sebagian diimbangi oleh peningkatan investasi perumahan dan permintaan masyarakat.

"Kontraksi pengeluaran konsumen, yang menunjukkan penurunan dalam semua komponen untuk barang dan jasa, ini disebabkan kenaikan pajak kendaraan ringan dari April 2015, kondisi cuaca buruk pada bulan Juni, dan pertumbuhan upah lamban," jelasnya dalam siaran pers, Senin (17/8).

Sementara, investasi residensial terus meningkat sebagai dampak berkurangnya kenaikan pajak konsumsi bersamaan dengan rendahnya tingkat suku bunga KPR dan pajak kredit. Namun, belanja modal swasta (capex) beringsut turun meskipun ada tren kenaikan dalam pesanan.

Ekspor turun setelah enam kuartal berturut-turut meningkat, sebagian besar mencerminkan penurunan ekspor ke AS dan Asia. Meskipun impor juga menurun karena belanja konsumen melemah dan ekspor, ekspor bersih terus memiliki dampak negatif pada pertumbuhan PDB riil.

IHS berharap PDB riil Jepang kembali pada pertumbuhan positif di kuartal ketiga 2015 namun pemulihan akan tetap moderat. Pendorong peningkatan PDB termasuk rebound dalam belanja konsumen dan belanja modal. Perumahan yang semakin padat juga mengindikasikan adanya pemulihan investasi perumahan. Harumi mengatakan, sentimen konsumen lemah dan pertumbuhan upah moderat akan tetap menjaga belanja konsumen pada tingkat konservatif dan selektif sehingga menghasilkan pemulihan yang lebih moderat.

 

Di sisi lain, keuntungan perusahaan yang solid akan mendukung langkah untuk meng-upgrade mesin tua dan peralatan yang mendukung rencana untuk meningkatkan produktivitas dan untuk melawan kekurangan tenaga kerja. Harumi mengatakan, permintaan yang terus-menerus lemah dapat menyebabkan revisi atau pushback untuk rencana investasi tetap. IHS telah merevisi turun prospek ekspor Jepang, dan ketidakpastian dalam permintaan luar negeri masih menjadi perhatian.

Bank of Japan (BoJ) kemungkinan mempertahankan mandat kebijakan moneter saat ini kecuali downside risiko untuk memperkuat pemulihan ekonomi. Dalam kasus terakhir, pemerintah bisa memperkenalkan paket stimulus untuk memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi Jepang sebelum kenaikan pajak konsumsi berikutnya pada bulan April 2017. Meski begitu, stimulus semacam ini hanya akan memiliki dampak jangka pendek. Menurutnya, Pemerintah Jepang bisa berbuat lebih baik untuk mempercepat reformasi deregulasi dan struktural untuk memperkuat permintaan swasta.b

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement