Senin 17 Aug 2015 13:42 WIB

LPS: Risiko Industri Perbankan Indonesia Turun

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pekerja melintas saat melakukan aktifitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Kamis (6/8).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja melintas saat melakukan aktifitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Kamis (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan risiko industri perbankan Indonesia mengalami penurunan. Hal itu tercermin dari Indeks Stabilitas Perbankan (Banking Stability Index, BSI) LPS pada bulan Juni 2015 yang menurun sebesar 29 bps dari periode Mei 2015 sebesar 100,30 menjadi 100,01.

Ekonom LPS, Agus Afiantara, mengatakan, penurunan BSI disebabkan oleh penurunan pada semua komponen sub indeks, yakni CP (Credit Pressure) turun sebesar 49 bps, IP (Interbank Pressure) turun sebesar 21 bps dan MP (Market Pressure) turun sebesar 3 bps. “Sesuai kategori skala observasi Crisis Management Protocol (CMP), angka BSI saat ini masih berada pada kondisi normal,” jelasnya dalam Laporan Perekonomian dan Perbankan Periode Juli 2015, pekan lalu.

Laporan tersebut menyatakan likuiditas perbankan cenderung mengalami sedikit tekanan. Hal itu tercermin dari rasio kredit terhadap DPK atau loan to deposit ratio (LDR) yang naik dari 87,58 persen pada Maret 2015 menjadi 87,94 persen pada April 2015. Meskipun pada April 2015 tengah terjadi tren perlambatan penyaluran kredit perbankan, namun laju pengumpulan DPK terlihat turun lebih cepat.

Meski demikian, tren LDR secara tahunan menunjukkan penurunan yang cukup signifikan sejak beberapa bulan lalu. Pertumbuhan kredit pada bulan April 2015 bila dibandingkan dengan Maret 2015 mengalami penurunan dari 11,1 persen (yoy) menjadi 10,3 persen (yoy). Di sisi lain, perolehan DPK perbankan pada bulan April 2015 melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya Maret 2015. Pertumbuhan DPK bank umum tercatat sebesar 14,5 persen (yoy) pada April 2015, turun dari bulan Maret 2015 (16,3 persen).

Dari sisi kualitas kredit, rasio Gross NPL mengalami peningkatan pada bulan April 2015 sebesar 2,48 persen bila dibandingkan dengan Maret 2015 sebesar 2,40 persen. “Peningkatan rasio Gross NPL ini lebih disebabkan oleh rendahnya penyaluran kredit yang berperan sebagai pembagi,” imbuhnya.

Di sisi lain, indikator profitabilitas perbankan yang tercermin dari pertumbuhan Return on Equity (ROE) juga mengalami penurunan menjadi 16,86 persen pada April 2015, setelah sebelumnya tercatat sebesar 17,89 persen pada Maret 2015. Menurutnya, naiknya LDR dan NPL ditengah kondisi turunnya laba perbankan membuat sub indeks Credit Pressure (CP) masih harus mendapat perhatian pada beberapa saat kedepan.

Sementara itu, penempatan antar bank pada bulan April 2015 mengalami peningkatan dibandingkan dengan bulan Maret 2015. Penempatan antara bank di bulan April 2015 tercatat sebesar Rp 153,534 triliun dibandingkan Maret sebesar Rp 147,257 triliun.

Meskipun pada saat yang sama suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) overnight mengalami peningkatan menjadi 5,64 persen pada Mei 2015, namun sub indeks Interbank Pressure (IP) tetap mengalami penurunan sebesar 21 bps.

Meskipun pada bulan Mei hingga Juni 2015, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS mengalami depresiasi 0,9 persen dari Rp 13.211 menjadi Rp 13.332 dan Indeks Harga Saham Gabungan turun sebesar 305,72 poin dari 5.216,38 menjadi 4.910,66. Meski begitu pergerakan kedua indikator tersebut secara tahunan dinilai mengalami perbaikan yang menunjukkan berkurangnya tekanan terhadap sub indeks Market Pressure (MP).

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement