Ahad 16 Aug 2015 21:33 WIB

Tingginya Harga Daging Sapi akibat Data tak Akurat

Rep: Heri Purwata/ Red: Julkifli Marbun
Warga membeli daging saat operasi pasar daging sapi di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (11/8).  (Republika/Yasin Habibi)
Warga membeli daging saat operasi pasar daging sapi di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (11/8). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), Prof Ali Agus menegaskan kemelut sapi dan daging sapi akibat tidak akuratnya data antara suplai dan demand. Sehingga kebijakan yang diambil pemerintah menjadi kontroversi dan kurang produktif.

Kesimpulan tersebut diambil setelah dilakukan Focus Group Discussion (FGD) yang diikuti ISPI, Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Peternakan Indonesia (FPPTI) dan Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ahad (16/8/2015).

"Over estimasi suplai daging sapi lokal atau underestimasi proyeksi demand daging sapi atau bahkan inakurasi keduanya menjadi tingginya daging sapi di pasaran khusus Jabodetabek. Serta faktor lain seperti hiruk pikuknya pemberitaan di media massa seperti krisis daging sapi," kata Ali Agus.

Selain itu, kata Ali Agus, perbedaan sistem dan tujuan pemeliharaan sapi juga menjadi salah satu penyebab langkanya suplai daging sapi lokal. Tujuan utama peternak memelihara sapi bukan semata-mata untuk berbisnis dan diambil dagingnya, tetapi sebagai tabungan hidup.

"Sapi milik peternak rakyat yang jumlahnya mencapai 90 persen populasi 12,5 juta ekor, akan dijual jika mereka membutuhkan uang seperti bayar sekolah/kuliah, hajatan, biaya rumah sakit, membeli kebutuhan lain yang urgen atau memanfaatkan momentum hari besar keagamaan," kata Ali.

Kemudian pemahaman tentang istilah teknis peternakan seperti karkas, daging sapi, daging import, bobot hidup, sapi potong, sapi bibit, dan penimbunan vs penggemukan perlu disamakan persepsinya di antara stakeholder. Sehingga tidak menimbulkan kerancuan berfikir dan tindakan yang dapat memiliki implikasi hukum.

"Kami mengimbau kepada semua pihak yang terkait untuk berfikir jernih dan tidak saling berburuk sangka dalam menyikapi tingginya harga daging sapi. Para pihak dapat berdialog secara kritis konstruktif dalam menemukan solusi ideal untuk kebaikan dan ketenteraman masyarakat," tandas Ali Agus.

ISPI, FPPTPI, dan ISMAPETI, kata Ali Agus, sebagai pihak independen siap membantu pemerintah untuk pembenahan akurasi data populasi ternak dan koefisiensi teknis peternakan sapi dengan melibatkan dosen, mahasiswa, dan tenaga voluntir. "Kita harus menempatkan data ibarat Sabda Tuhan yang tidak boleh dipermainkan demi kepentingan apapun oleh siapa pun," tandasnya.

Selain itu, ISPI, FPPTPI, dan ISMAPETI mengimbau pemerintah agar dalam menyelesaikan kemelut daging sapi mengedepankan kepentingan kesejahteraan peternak. "Juga memperhatikan investasi yang telah ditanamkan di sub sektor peternakan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement