REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Produksi kedelai di Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogkarta, menurun hingga 70 persen akibat kekurangan air dan benih yang tidak bisa tumbuh.
Salah satu petani di Bulak Banaran, Kecamatan Galur, Hadi Sumitro mengatakan setiap 14 meter hanya mampu menghasilkan kedelai satu kuintal dari sebelumnya tiga kuintal.
"Tanaman kedelai di Bulak Banaran kekurangan air karena saluran air Irigasi Sapon dimatikan sejak Mei karena dalam masa perbaikan. Akibat kekurangan air, hasil panen menurun hingga 70 persen," kata Hadi Sumitro, Ahad (16/8).
Ia mengatakan saat ketersediaan air di sawah mencukupi, dirinya mampu panen kedelai hingga 1,5 ton dengan lahan 100 ru atau 1.400 meter persegi.
"Total panen kedelai dari lahan 1.400 meter persegi hanya tiga kuintal kedelai. Kami masih bersyukur, hasil panen masih bisa digunakan untuk modal dan simpanan membeli benih padi dan pupuk untuk massa tanam pertama (MT I)," katanya.
Sumitro mengatakan harga kedelai tingkat petani cukup tinggi yakni Rp7.000 hingga Rp7.200 ribu per kilogram. Harga kedelai stabil, tidak ada lonjakan karena pasokan kedelai impor kepada pedagang tempe dan kedelai lancar.
"Tengkulak tidak banyak yang membeli kedelai petani karena impor kedelai masih banyak. Untuk sementara, kami tunda jual kedelai sampai harga tinggi," katanya.
Ia juga mengatakan bantuan benih kedelai dari Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertan) Kulon Progo bagi kelompok Ngudi Makmur Banaran yang ditanaman di sawah seluas 150 meter persegin tidak bisa tumbuh. Petani menjadi rugi.
"Kami berharap pemkab mengganti rugi petani yang gagal tanam," katanya.