REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chief Economist IGIco Advisory, Martin Panggabean berharap tim ekonomi yang dipimpin Darmin Nasution dapat meyakinkan pasar, dalam melakukan pengendalian defisit government, serta pengendalian current account. Selain itu pemerintah bersama dengan OJK dan Bank Indonesia juga diharapkan menyiapkan strategi ketahanan industri perbankan terhadap serangan currency war.
Pemerintah dengan tim menteri koordinator ekonomi, sambung Martin, harus mempunyai strategi dan grand plan “briliant” untuk menghadapi pertarungan mata uang global ini.
Karena, lanjutnya, dalam enam bulan ke depan Cina tidak akan berhenti melakukan devaluasi sampai terjadi recovery ekonomi di dalam negerinya.
"Berarti currency war masih berlanjut. Cina akan sangat kuat terhadap tekanan Amerika Serikat dan negara barat lainnya, karena negara Paman Sam sudah kehilangan kredibilitasnya ketika tidak mengkritisi kebijakan Jepang dalam melakukan devaluasi, secara eksplisit," kata Martin dalam siaran pers yang diterima ROL, Kamis (13/8).
Menurut Martin, kebijakan Cina tidak akan berhenti hanya di pasar finansial saja, karena tujuan akhirnya adalah ekspor ke berbagai negara di dunia.
"Saat ini pasar akan bergerak, rupiah akan rentan, kita akan menjadi sasaran produk impor. Lalu bagaimana respon pemerintah untuk dapat benefit maksimum dari kondisi ini," jelasnya.
Perlu diketahui pergerakan nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada pada kisaran Rp 13.650 sampai Rp 14.000 per dollar AS. Laju Rupiah masih fluktuatif dengan kecenderungan melemah karena adanya devaluasi yuan. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat disebabkan oleh sentimen pasar terhadap mata uang yuan.