Rabu 12 Aug 2015 06:25 WIB

Devaluasi Yuan Dikhawatirkan Menyulitkan Ekspor Indonesia

Rep: C26/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Chatib Basri
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Chatib Basri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- People Bank of China (PBoC) atau Bank Sentral Cina mendevaluasi mata uangnya pada hari Selasa. Langkah ini dinilai juga patut diwaspadai Indonesia.

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, melalui akun twitternya, @ChatibBasri, devaluasi yuan dapat berdampak pada ekspor Indonesia ke negara tirai bambu tersebut.  Implikasinya harga ekspor Indonesia ke Cina bisa semakin sulit. Sebab harga barang di Cina tentu menjadi lebih murah.

"Export Indonesia ke pasar dunia bisa menjadi semakin sulit karena harga barang China menjadi lebih murah," kata Chatib dalam kicauannya di akun Twitter, Rabu (12/8).

Jika ekonomi Cina menguat, ujar dia ekspor Indonesia bisa mengalami peningkatan. Hanya saja dengan devaluasi yuan maka tidak akan berdampak jelas untuk ekonomi Indonesia. Sebab Cina juga pasti akan membatasi import dari negara lain.

Devaluasi yuan juga disebutnya akan mempengaruhi ekspor Cina menjadi lebih kompetitif. Ini akan menyulitkan perkembangan zona euro karena semakin tidak kompetitif. kondisi ini tentu berdampak terhadap pemulihan ekonomi kalangan euro. Di sisi lain, dikhawatirkan devaluasi yuan dapat membuat The Fed menunda kenaikan bunganya.

"Kombinasi ini akan membuat ketidakpastian di pasar semakin berkepanjangan. Devaluasi Yuan juga akan memukul export Asia di pasar dunia," tambahnya.

Sebelumnya diketahui yuan Cina merosot ke nilai terendah setelah PBOC melakukan devaluasi terhadap mata uang itu. Kemerosotan ini menjadi yang terendah selama hampir tiga tahun. Langkah itu muncul setelah ekspor Cina pada Juli merosot lebih dari yang diharapkan. Itu ditambah harga produsen yang mencapai titik terendah selama enam tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement