REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Pemotongan Hewan Indonesia (APPHI) terus mengupayakan agar pemerintah menambah impor sapi agar memenuhi kebutuhan pasar. Keputusan pemerintah yang baru-baru ini akan melakukan impor sapi Australia sejumlah 50 ribu ekor dinilai bukan solusi.
"Itu bukan jawaban, itu keputusan kurang bijaksana, tetap akan kami perjuangkan aspirasi kami di tingkat pemegang kebijakan," kata Ketua Umum APPHI Abud Hadiyanto kepada Republika pada Selasa (11/8).
Masalah juga akan datang ketika pelaksana impor 50 ribu ekor adalah Bulog. Sebab menurutnya akan terjadi perpanjangan rantai distribusi. Belum lagi, sapi Australia yang akan diimpor harus terlebih dahulu melalui proses penggemukan selama 90-100 hari.
Ia mengamini klaim pemerintah bahwa pasokan sapi cukup hingga empat bulan ke depan. Namun, dengan mekanisme impor sapi bakalan dengan jumlah hanya 50 ribu ekor, ia memprediksi akan terjadi kelangkaan sapi pada Januari 2016.
Ia menerangkan, kondisi pasar sapi mengalami gejolak dimulai pada 10 Juli 2015. Ketika itu pemerintah memutuskan mengurangi kuota impor. Menurutnya, dari sanalah pasar mulai bergejolak. Di mana sebelum 10 Juli harga sapi hidup masih Rp 36 ribu per kilo.
Kemudian setelah 10 Juli 2015 harganya melambung di angka Rp 44-46 ribu per kilo hingga hari ini. Belum lagi harga daging sapi yang sudah dipotong yang tak mau kalah tinggi. Itu semua memberatkan konsumen dan pengusaha.
Asosiasi pun mengaku masih memberi waktu kepada pemerintah untuk mengambil keputusan bijak, yakni mengimpor sapi sepanjang 2015 dengan jumlah yang sama seperti tahun lalu, yakni 699 ribu ekor bahkan lebih. Serangkaian dialog pun tengah dilakukan. "Kemarin kita sudah bertemu dengan Dirjen Perdaganagan Dalam Negeri, sudah ngobrol juga dengan Ketua komisi IV DPR, Insya Allah ada kabar baik dalam satu dua hari ke depan," kata dia.