REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produksi sapi di Indonesia hanya mampu memehuhi 70 persen atau dua per tiga dari kebutuhan masyarakat. Sisanya yang sepertiga lagi merupakan impor dari luar negeri.
“Kita lamban sekali meningkatkan produksi domestik,” ucap pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar kepada ROL, Selasa (11/8). Dari segi keuangan, biaya untuk menghasilkan satu kilogram daging sapi di dalam negeri lebih tinggi atau kalah efiisien dibanding di luar negeri semisal Australia.
Ketidakcukupan produksi untuk memenuhi kebutuhan sapi dalam negeri dipandang sebagai akar masalah harga daging sapi yang meroket. “Kalau produksi dalam negeri cukup, tidak akan ada harga tinggi seperti sekarang ini,” ujar Hermanto.
Apalagi pemerintah dinilai salah ambil kebijakan terkait penyetopan keran impor sapi. Menurut dia, kalau produksi sapi domestik tidak mencukupi, pemerintah jangan membuat kebijakan kuota impor sapi.
Hermanto sendiri sebenarnya tidak menyetujui impor jika produksi dalam negeri mencukup. “Sebaliknya jika jumlah kebutuhan tinggi melebihi produksi, pemerintah jangan mempersulit impor,” ujarnya.
Selain dari pemerintah, kekeliruan juga dilakukan oleh importir. Menurut dia wajar jika importir mencari keuntungan finansial. “Manakala banyak yang butuh tapi produksi sedikit, mereka ingin keuntungan besar sehingga menjual dengan harga tinggi,” ucapnya. Namun jangan sampai keuntungan yang dibidik setinggi langit.